Menu


Menyelisik Cara Perajin Batik Tulis Trenggalek Pertahankan Eksistensi

Menyelisik Cara Perajin Batik Tulis Trenggalek Pertahankan Eksistensi

Kredit Foto: Wikimedia Commons/Sabjan Badio

Konten Jatim, Surabaya -

Batik identik dengan orang tua karena dianggap sebagai pakaian kuno dan ketinggalan zaman.

Namun kini banyak generasi muda menyukai batik hingga mengenakan pakaian bercorak batik dengan beragam motif.

Tantangan inilah yang akan dijawab para perajin batik tulis di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. 

Tak hanya berupaya mempertahankan kehadiran usaha tradisionalnya, para perajin juga melakukan beberapa inovasi dalam batik tulisnya, antara lain menambahkan corak yang disukai milenial.

Ini bertujuan agar motif lokal yang menjadi ciri khas batik Menak Sopal bisa bersaing di pasaran, terutama menyasar pangsa milenial.

Seperti dilansir Antara, salah satu pemilik usaha kecil dan menengah (UKM) batik tulis Rahayu di Kabupaten Trenggalek, Soekono, mengatakan, batik memang masih banyak diminati orang tua.

"Namun disini kami mengombinasikan motif batik khas Trenggalek yakni cengkeh dengan berbagai ornamen seperti gambar jaranan Turonggo Yakso biar anak muda sekarang lebih berminat," ujar Soekono.

Selain itu, ia dan perajin batik di daerahnya juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, YouTube hingga TikTok untuk menjangkau pasar milenial dan memasarkan produk mereka.

"Jalur whatsapp juga kami gunakan, terutama untuk melayani pelanggan dan pecinta batik di lingkup lokal Trenggalek maupun luar daerah," tuturnya.

Dalam sehari, ujar Soekono, sentra batik tulis Rahayu miliknya mampu menghasilkan tujuh sampai delapan potong kain batik tulis siap jual.

UKM-nya tersebut melibatkan 18 perajin batik tulis untuk menghasilkan karya yang juga akan menyasar pangsa milenial.

"Alhamdulillah sebulan rata-rata kami masih bisa produksi sekitar 180 potong. Semoga dengan menambah unsur kekinian pada produk batik kami ini bisa memperluas pasar. Penjualan naik yang tentu juga akan diikuti dengan produksi yang juga meningkat tentunya," kata Soekono.

Kendati mulai berimprovisasi di tengah persaingan ketat era modernisasi, Soekono memastikan mereka memilih untuk terus mempertahankan eksistensi batik tradisional khas Bumi Menak Sopal.

"Batik di sini sudah ada sejak 1972. Belajar membatik ini merupakan warisan dari keluarga kami, alhamdulillah sampai saat ini masih bisa bertahan," katanya.

Konsistensi untuk terus mempertahankan batik khas daerah itu rupanya sukses menciptakan pangsa pasar tersendiri di tengah gempuran batik-batik pabrikan maupun industri skala besar hingga impor.

Salah satu kekhasan corak serta motif yang dimiliki menjadi daya tarik para pengagum batik.

Kekhasan itu di antaranya menyematkan dua produk unggulan Trenggalek, yaitu cengkeh dan manggis.

Strategi pembatik konvensional itu pun berpengaruh cukup besar terhadap segi pendapatan.

Omzet batik yang awalnya sempat meredup, kembali pulih dan mengalami peningkatan.

Bahkan dalam sebulan, rata-rata satu pengusaha batik bisa menghasilkan sekitar 180 potong kain batik, mulai dari batik tulis maupun batik cap.

"Awalnya kita buat batik tulis, sampai saat ini masih banyak yang minat motif itu. Di sini ada sekitar 15 perajin batik yang membantu memproduksi," pungkas dia.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024