Seorang pengguna twitter dengan nama @SY_Bwz menggunggah tangkapan layar sebuah cuitan yang dibuat Jhon Sitorus pada Selasa (25/10/2022) kemarin.
Isi cuitan John Sitorus itu dibuatnya menanggapi aksi perempuan bercadar yang hendak menerobos Istana Kepresidenan dengan membawa pistol.
Dalam cuitannya itu, John Sitorus ada menyebut cadar sebagai pakaian teroris.
"Wajah dibalik pakaian teroris yang GAGAL menerobos masuk Istana pagi ini," tulis Jhon Sitorus dalam cuitan twitternya yang sudah terhapus.
"Asli Perempuan, BUKAN LAKI2 yang menyamar," tambah dia.
Cuitan tersebut mendapat sorotan warganet yang mengaku geram atas ucapan Jhon Sitorus itu.
Bahkan, ada yang meminta pada Polri juga Menag untuk menangkap dia atas dugaan kasus penistaan agama.
DICARI !!! ,, Jhon Sitorus (@Miduk17) Penghina Umat Muslim, yang menuduh "Hijab adalah Pakaian Terorris" ..
— LIAR (@SY_Bwz) October 25, 2022
Siapaun yg menemukan orang ini, TANGKAP dan ADILI ! pic.twitter.com/SvldEhl6e5
"seperti halnya abu jandal, densi, plus si b*** @Miduk17 ini.. berharap ditakdirkan ketemu ditempat tertutup tanpa saksi mata kecuali Allah.. halal sudah!," sebut akun @za***.
"A***** @Miduk17 sdh menuduh & menghina pakaian hijab sbg Pakaian Teroris. sdh masuk kategori Penistaan agama. Sdh sepantasx org ini diTangkap dan Diadili.. @ListyoSigitP @DivHumas_Polri," terang akun @kontra******.
"@YaqutCQoumas anda sbg menag jgn cm diam.. jgn ketika agama selain muslim yg dihina anda reaktif, tp ketika muslim yg dihina anda diam..," kata akun @Deni*******.
Selain John Sitorus, belakangan ini juga seorang Komisaris Independen PT Pelni, Dede Budhyarto diduga penista agama usai membuat cuitan di twitter dengan lontarkan pernyataan kontroverisonal yang memplesetkan istilah Khilafah menjadi Khilafuck.
Banyak warganet yang murka dengan ucapannya itu, namun respon dari Dede Budhyarto tak menujukkan merasa bersalah di medsosnya. Hingga saat ini, masalah Dede Budhyarto pun belum kelar juga.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO