Banyuwangi memang merupakan salah satu kabupaten yang menarik dari Jawa Timur. Kabupaten ini masih terkenal erat dengan berbagai tradisi khas yang kerap dilaksanakan masyarakatnya dalam sejumlah perayaan.
Sebut saja Tradisi Seblang yang dikenal mistis namun sebenarnya bermakna atau Tumpeng Sewu untuk merayakan hasil panen. Perayaan atas keberhasilan panen kerap dilakukan dengan menggunakan berbagai tradisi.
Salah satu tradisi tersebut adalah Kebo-Keboan, yang umumnya dilaksanakan oleh Suku Osing yang banyak dianggap merupakan penduduk asli Banyuwangi.
Baca Juga: Mengenal Ritual Seblang dari Banyuwangi yang Unik Namun Mistis
Tradisi Kebo-Keboan
Pengertian
Melansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Senin (21/6/2023), Tradisi Kebo-Keboan merupakan salah satu upacara adat yang unik dan khas dari Banyuwangi, Jawa Timur. Tradisi ini melibatkan transformasi manusia menjadi makhluk yang mempunyai peran penting dalam budaya agraris, yaitu kerbau.
Dalam tradisi ini, kerbau bukan sekadar hewan ternak, melainkan simbol tenaga andalan bagi petani. Kebo-Keboan melibatkan ritual dan rangkaian acara yang sarat dengan makna religius dan sosial.Tradisi Kebo-Keboan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-18.
Tradisi ini berkembang sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang melimpah. Upacara ini juga dianggap sebagai doa agar tanam benih untuk tahun depan dapat menghasilkan panen yang melimpah pula.
Dalam kehidupan agraris, kerbau memiliki peran vital dalam membantu petani mengolah lahan sawah. Kebo-Keboan mengakui pentingnya peran kerbau ini dalam kebudayaan dan kehidupan masyarakat Banyuwangi.
Pelaksanaan Tradisi
Kebo-Keboan masih banyak ditemukan di dua desa di Banyuwangi, yaitu Aliyan dan Alasmalang. Meskipun tujuan dan fungsi upacara serupa, keduanya memiliki perbedaan dalam penyajian.
Di desa Aliyan, tradisi ini dijalankan dengan aturan adat yang terstruktur. Persiapan dimulai dengan pemasangan umbul-umbul di sepanjang jalan desa, diikuti oleh pembuatan kubangan yang melambangkan tempat pertumbuhan padi.
Kemudian, gunungan hasil bumi diisi dengan buah-buahan sebagai lambang kesejahteraan. Upacara ini diakhiri dengan ider bumi, mengarak manusia kerbau dan penyematan benih padi oleh tokoh yang berperan sebagai Dewi Sri.
Sementara di Desa Alasmalang, tradisi Kebo-Keboan juga mempunyai nilai pariwisata. Ritual ini diawali dengan syukuran yang melibatkan makan bersama di sepanjang jalanan desa. Tumpeng dan lauk-pauknya melambangkan simbol keberkahan, dengan jumlah 12 tumpeng yang mewakili jumlah bulan dalam satu tahun.
Baca Juga: Tumpeng Sewu, Tradisi Selamatan Nasi Kuning Meriah Khas Banyuwangi
Jenang Sengkolo dan jenang Suro memiliki makna religius yang dalam dalam kalender Jawa. Setelahnya, upacara berlanjut dengan prosesi arak-arakan manusia kerbau yang diikuti oleh kereta yang melambangkan Dewi Sri.
Dengan upacara adat Kebo-Keboan, masyarakat Banyuwangi tidak hanya mengekspresikan rasa syukur dan memuja Dewi Sri sebagai simbol kesuburan, tetapi juga menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan dan warisan budaya nenek moyang mereka.
Meskipun terdapat perbedaan nuansa di desa Aliyan dan Alasmalang, tradisi Kebo-Kebian menunjukkan kekayaan dan keragaman budaya yang melekat dalam masyarakat Banyuwangi.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024