Menu


Jembatan Merah Surabaya, Saksi Perjuangan Arek-arek Suroboyo Mengusir Sekutu

Jembatan Merah Surabaya, Saksi Perjuangan Arek-arek Suroboyo Mengusir Sekutu

Kredit Foto: Laman resmi Pemerintah Kota Surabaya

Konten Jatim, Jakarta -

Terdapat banyak peristiwa sejarah di Indonesia, tidak terkecuali di Surabaya, Jawa Timur. Jembatan Merah menjadi saksi berbagai kejadian bersejarah. 

Jembatan Merah berada di Jalan Kembang Jepun, Kecamatan Pabean Cantikan. Jembatan ini menjadi saksi bisu perjuangan masyarakat Surabaya ketika melawan tentara sekutu di era 1945. 

Baca Juga: Museum HOS Tjokroaminoto, Saksi Bisu Kelahiran Tokoh-tokoh Bangsa

Mengutip laman resmi Pemerintah Kota Surabaya, Jembatan Merah juga menjadi lokasi tewasnya pimpinan tentara Sekutu Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby. 

Jenderal A.W.S Mallaby terbunuh dalam baku tembak antara tentara sekutu dengan arek-arek Suroboyo yang terus berjuang mengusir Sekutu. 

Sejarah Jembatan Merah 

Jembatan ini dibangun pada 1809, tepatnya pada era Gubernur Jendral Deandels. Pembangunan jembatan dilakukan untuk menghubungkan wilayah timur sungai Kali Mas (kawasan Pecinan dan Arab) dengan wilayah barat sungai (kawasan Eropa). 

Dengan demikian, Jembatan Merah menjadi pusat area bisnis di Surabaya. Jembatan ini juga akses satu-satunya yang menghubungkan Kali Mas dengan gedung-gedung pemerintahan Kota Surabaya.

Mengutip berbagai sumber, pembangunan Jembatan Merah dilakukan atas kesepakatan Pakubuwono II dari Mataram dan VOC.

Terdapat kesepakatan dari kedua pihak bahwa daerah pantai utara termasuk Surabaya menjadi wilayah kekuasaan VOC, yang berarti di bawah Pemerintahan Kolonial Belanda.

Perombakan besar-besaran dilakukan pada 1890 oleh pemerintah Belanda. Pagar pembatas jembatan yang membatasi badan jembatan yang menggunakan bahan kayu diganti dengan dengan besi.

Kondisi Jembatan Merah saat ini hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Namun warna merah yang menjadi ciri khas dari jembatan ini masih dipertahankan.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO