Menu


Kisah Kerajaan Kediri (Bag. 4): 6 Peninggalan Kerajaan Kediri yang Bersejarah

Kisah Kerajaan Kediri (Bag. 4): 6 Peninggalan Kerajaan Kediri yang Bersejarah

Kredit Foto: Wikimedia Commons/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies and Leiden University Library

Konten Jatim, Depok -

Di masa lampau, Kerajaan Kediri menjadi salah satu kerajaan yang paling disegani di Nusantara. Mereka mempunyai pasukan yang kuat dan sumber daya melimpah untuk menaklukkan atau bernegosiasi dengan kerajaan lain.

Pada akhirnya, kerajaan yang nampaknya sangat kuat dan sulit dikalahkan juga mengalami keruntuhan. Namun, ini tidak menutup kebesaran Kerajaan Kediri di masanya. Terbukti, pada akhirnya Kerajaan Kediri memiliki “penerus” dalam bentuk Kerajaan Singasari dan Kerajaan Majapahit.

Kebesaran kerajaan bercorak Hindu-Budha ini juga dibuktikan dari beberapa peninggalan Kerajaan Kediri. Berikut penjelasan lebih lengkapnya menyadur beberapa sumber pada Jumat (18/8/2023).

Baca Juga: Kisah Kerajaan Kediri (Bag. 1): Proses Berdirinya Kerajaan Kediri

Peninggalan Kerajaan Kediri

1. Candi Penataran

 Candi Penataran, juga dikenal sebagai Candi Palah, adalah sekelompok candi Hindu Siwa yang berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi yang terluas dan termegah di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar.

Berdasarkan prasasti yang ditemukan di candi, diperkirakan bahwa candi ini didirikan pada masa pemerintahan Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi, dan digunakan hingga masa pemerintahan Wikramawardhana dari Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.

 Dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama yang ditulis pada tahun 1365, candi ini disebut sebagai tempat suci "Palah," yang dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan keliling Jawa Timur.

Baca Juga: Kisah Kerajaan Kediri (Bag. 2): Puncak Kejayaan Kerajaan Kediri

2. Kakawin Hariwangsa

Kakawin Hariwangsa adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno yang menceritakan kisah sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu, yang ingin menikahi Dewi Rukmini dari Kundina, putri Prabu Bismaka. Rukmini sendiri adalah titisan Dewi Sri.

"Hariwangsa" secara harfiah berarti silsilah atau garis keturunan Hari atau Wisnu. Di India, "Hari Vam.ça" dalam bahasa Sanskerta adalah sebuah karya sastra yang mengisahkan mengenai Wisnu dan garis keturunannya, termasuk cerita pernikahan Kresna dan Rukmini.

Kakawin Hariwangsa ditulis oleh Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya di Kerajaan Kediri, dari tahun 1135 hingga 1157 Masehi.

3. Kakawin Bhomântaka

Kakawin Bhomântaka, juga dikenal sebagai Kakawin Bhomakawya, adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno dalam bentuk kakawin. Kakawin ini merupakan salah satu karya terpanjang dalam Sastra Jawa Kuno, mencapai 1.492 bait. Ceritanya mengisahkan peperangan antara Prabu Kresna dan raksasa Bhoma.

Mpu Panuluh, pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri, adalah pengarang Kakawin Bhomântaka. Ia menggubah kisah Bhomakawya ini sebagai penghormatan kepada Rsi Narada.

Menurut pakar Bahasa Jawa Kuno, P.J. Zoetmulder, kakawin ini adalah kakawin terpanjang yang berasal dari Jawa Timur dan mungkin setara dengan kakawin Arjunawiwāha, khususnya dalam hal masa pembuatannya.

Baca Juga: Kisah Kerajaan Kediri (Bag. 3): Runtuhnya Kerajaan Kediri

4. Prasasti Ngantang

Prasasti Hantang, yang juga disebut Prasasti Ngantang, adalah prasasti batu yang ditemukan di wilayah Ngantang, Malang, Jawa Timur. Prasasti ini memiliki candrasengkala tahun 1057 Saka atau 1135 Masehi. 

Dikeluarkan oleh Raja Jayabaya dan ditulis dalam aksara Kawi atau Jawa Kuno, prasasti ini pertama kali ditemukan oleh J.L.A. Brandes pada tahun 1913. 

Prasasti ini memiliki ciri khas, yaitu adanya bagian persegi empat dengan tulisan huruf kuadrat besar yang melintang di tengah cap kerajaan bergambar Narasinga, dengan semboyan "Pañjalu Jayati" yang berarti "Kadiri Menang."

Baca Juga: Kisah Kerajaan Singasari (Bag. 4): Raja Kertanegara, Raja Terbesar Kerajaan Singasari

5. Prasasti Sapu Angin

Prasasti Sapu Angin dikeluarkan oleh Kertajaya, yang pada saat itu adalah putra mahkota dan merupakan raja terakhir Kerajaan Panjalu atau Kadiri di Jawa Timur. Prasasti ini dikeluarkan sekitar tahun 1190 Masehi atau 1112 Saka.

Dalam prasasti ini, status Kertajaya yang belum menjadi raja dapat dilihat dari bentuk lanchana yang berbeda dibandingkan dengan prasasti lain yang ia keluarkan saat menjadi raja. Prasasti Sapu Angin juga memuat hibah zuhud dari Kertajaya.

6. Prasasti Palah

Prasasti Palah adalah prasasti yang terletak di selatan candi utama Candi Penataran, Desa Penataran, Nglegok, Blitar, Jawa Timur. Ukurannya yang besar membuat para ahli berpendapat bahwa batu prasasti ini memang telah ditempatkan di lokasi sejak awal.

Prasasti ini, yang ditulis dalam huruf Jawa Kuno, berasal dari tahun 1119 Saka (1197 Masehi) dan dikeluarkan atas perintah Raja Srengga dari Kerajaan Kediri. Isi prasasti menyatakan kebahagiaan Kertajaya dan perintah untuk membangun bangunan, yang dikerjakan oleh Mpu Amogeçwara atau Mpu Talaluh.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024