Menu


Sejarah Wayang Topeng: Awalnya Merupakan Kegiatan Sakral

Sejarah Wayang Topeng: Awalnya Merupakan Kegiatan Sakral

Kredit Foto: Kemdikbud

Konten Jatim, Depok -

Wayang Topeng adalah salah satu bentuk kesenian tradisional dari Jawa Timur yang dimainkan oleh para seniman menggunakan topeng yang menutupi wajah mereka. Pertunjukan Wayang Topeng ini biasanya dilengkapi dengan iringan musik gamelan dan tari-tarian.

Kesenian ini bukan hanya merupakan pertunjukan budaya belaka, tetapi juga sering digunakan sebagai hiburan dalam berbagai acara, termasuk pernikahan, di mana pertunjukan biasanya berlangsung selama sekitar 20 hingga 30 menit.

Wayang Topeng memiliki perkembangan yang beragam dalam budaya Jawa, baik sebagai pertunjukan ritual maupun sebagai seni pertunjukan. Berikut sejarah Wayang Topeng yang awalnya merupakan kegiatan sakral sampai sekarang bisa dinikmati masyarakat luas, mengutip Antara dan beberapa sumber lain pada Rabu (2/8/2023).

Baca Juga: Mengenal Kesenian Wayang Topeng khas Jawa Timur yang Melegenda

Sejarah Wayang Topeng

Disebutkan kalau Wayang Topeng memiliki sejarah yang kaya dan panjang dalam budaya dan religiusitas masyarakat Jawa sejak zaman Kerajaan Kanjuruhan yang pada masa itu dipimpin oleh Raja Gajayana pada abad ke-8 M. 

Saat itu, topeng yang terbuat dari batu digunakan dalam acara persembahyangan. Kemudian, pada masa Raja Erlangga, topeng diubah menjadi kesenian tari untuk mendukung fleksibilitas para penari. Topeng ini dipakai oleh para penari sebagai pengganti riasan wajah yang sulit diperoleh pada waktu itu. 

Dalam kesenian Wayang Topeng Malang, disebut juga dengan Malangan, ceritanya sering mengadopsi pola berpikir India, dan cerita-cerita seperti cerita Dewata, pertapaan, kesaktian, kahyangan, dan kematian diangkat menjadi muksa atau Bhatara Agung. 

Baca Juga: Pengertian Malam Satu Suro yang Sakral bagi Masyarakat Jawa

Kesenian ini menjadi sarana komunikasi antara raja dan rakyatnya, menggambarkan nilai-nilai kejawaan pada saat itu, termasuk dalam penerimaan agama Islam dan penyesuaian dengan cerita-cerita Panji.

Pada masa kekuasaan Raja Kertanegara di Kerajaan Singasari, cerita wayang topeng mulai digantikan oleh cerita-cerita Panji. Hal ini terjadi ketika Kertanegara berusaha untuk menjadikan Singasari sebagai kekuasaan yang besar di tanah Jawa. 

Kisah Panji yang mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran ksatria Jawa, terutama dari masa Jenggala dan Kediri, menjadi representasi identitas kebesaran para raja yang berkuasa di Jawa saat itu. Rekonstruksi cerita-cerita Panji dilakukan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang sedang berkembang.

Ketika agama Islam mulai masuk ke Jawa untuk mempengaruhi hati orang-orang Jawa, terjadi proses Islamisasi pada wayang topeng. Para wali yang menyebarkan Islam menampilkan kisah marmoyo sunat dalam pertunjukan wayang topeng, menunjukkan bagaimana Islam mempengaruhi nilai-nilai dalam kesenian ini. 

Baca Juga: Tumpeng Sewu, Tradisi Selamatan Nasi Kuning Meriah Khas Banyuwangi

Cerita Menak menjadi lambang masuknya Islam dalam budaya Jawa, dan cerita Minakjinggo yang dominan berkembang kemudian dibentuk oleh keraton Mataram yang pada dasarnya telah menganut Islam.

Seiring berjalannya waktu, wayang topeng terus berkembang dan mengalami adaptasi sesuai dengan perubahan sosial, budaya, dan agama di Jawa. Keseniannya tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Jawa dan warisan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan. 

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024