Pemeriksaan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menimbulkan spekulasi.
Pasalnya, pemeriksaan itu dilakukan jelang pelaksanaan Pemilu 2024 dan Pilpres 2024. Terlebih, di tengah munculnya isu Munaslub Partai Golkar.
Terkait hal itu, Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, kembali membuat tulisan membahas kerasnya permainan politik yang dilakukan rezim saat ini demi meloloskan ambisi politiknya.
Baca Juga: Jika Munaslub Terlaksana, Luhut Digadang-gadang Gantikan Airlangga Hartarto Pimpin Golkar
Melalui akun twitternya, @dennyindrayana, mantan Wamenkumham era SBY ini pun menulis artikel berjudul "KETELANJANGAN POLITIK JOKOWI HARUS DILAWAN!". Berikut isinya:
Makin mendekati waktu Pilpres 2024, situasi politik kita makin menggelisahkan, tidak jarang memuakkan!
Ini suara hati saya, yang mungkin juga mewakili entah berapa banyak rakyat Indonesia. Saya akan menyuarakan dengan pilihan diksi yang lantang dengan teriakan yang nyaring. Meskipun, berisiko dikasuskan alias dijerat masalah kriminal sekalipun.
Biarlah sejarah yang akan mencatat, dan membuktikan, bahwa saya dan beberapa sahabat terus ikhlas berjuang untuk Indonesia yang lebih terhormat, lebih bermartabat, lebih antikorupsi!
Tingkah-polah segelintir elit politik hanya mempertontonkan panggung sandiwara politik, tanpa substansi kebangsaan, tanpa etika-moralitas politik yang ber-Pancasila.
Hukum hanya diperalat, untuk syahwat kuasa! Ini yang sebenarnya: "Kampungan"!
Mengomentari Ketum Golkar Airlangga Hartarto, yang diperiksa Kejaksaan Agung selama belasan jam, seorang petinggi "Partai Beringin" membalas pesan WA saya:
"Ini sih Drakor (Drama Korea), Den. PG Juga mau dicopet, lebih mudah nyopet PG dibanding Demokrat. Ada LBP dan Bahlul orang dalamnya".
Lagi, hukum hanya dipermainkan. Saya tidak ragu menegaskan yang paling bertanggung jawab adalah: Presiden Jokowi.
Kenapa lagi-lagi harus Presiden? Karena mandat bahwa iklim politik, hukum, Pemilu 2024 harus dilaksanakan secara jujur dan adil, adalah salah satu tanggung jawab utama Presiden Jokowi.
Baca Juga: Bamsoet Ungkap Dukungannya untuk Airlangga Tergantung Situasi Partai
Presiden adalah Kepala Negara, selain kepala pemerintahan. Presiden juga faktanya pimpinan koalisi partai pemerintahan, baik di eksekutif maupun di legislatif (parlemen).
Maka, bohong besar jika Presiden Jokowi tidak tahu-menahu dan tidak ikut campur soal kasus hukum. Jaksa Agung sebelum memeriksa Menko ataupun Menteri, pasti— saya katakan PASTI —berkomunikasi dengan Presiden Jokowi. Demikian juga KPK. Baik Kejaksaan, Kepolisian, KPK, sekarang semua berada di bawah kendali politik Presiden Jokowi.
Maka, fakta politiknya, kasus hukum berlanjut atau tidak, ibaratnya, cukup tergantung pada anggukan kepala atau bahkan hanya kedipan mata Presiden Jokowi. Serta, menjelang Pilpres 2024, Presiden Jokowi dengan jelas menunjukkan cawe-cawe yang negatif-destruktif.
Mengkasuskan lawan-oposisi sambil melepas-bebaskan kawan-koalisi. Kalau, ada kawan koalisi yang dianggap tidak sejalan dengan strategi Pilpres 2024, maka dapat dipastikan muncullah kasus hukum.
JANGAN SALAH, saya mendukung setiap langkah penegakan hukum, apalagi kasus korupsi. Tetapi saya menolak tegas penegakan hukum yang pilah-pilih! Penegakan hukum yang menyasar hanya pada "musuh politik" saja, harus ditolak dan dilawan!
Penegakan hukum harus sama efektifnya dilakukan kepada siapapun yang melakukan kejahatan, tanpa pandang bulu, tanpa diskriminasi karena perbedaan sikap, pilihan, ataupun strategi politik.
Saat ini, hukum hanya menjadi alat dan intrik politik. Kita harus tegas menolaknya! Bahwasanya dalam politik ada strategi alias intrik untuk menang, itulah pragmatisme politik.
Tapi, kita juga harus meneriakkan tegas bahwa dalam politik tetap saja ada etika, ada idealisme, yang tidak menghalalkan segala cara. Kemenangan bukan harus diraih dengan apapun caranya, bahkan dengan politik uang ataupun politik curang.
Baca Juga: Airlangga, Erick Thohir, dan Cak Imin, Mana yang Berpeluang Jadi Cawapres Prabowo? Ini Kata Pengamat
Kemenangan politik dan pemilu harus tetap diraih dengan kehormatan, kebenaran, dan keadilan.
Cawe-cawe Jokowi yang mencopet Demokrat, mencopet Golkar, mengganggu koalisi KPP, menjegal Anies Baswedan dll, adalah cawe-cawe telanjang yang tidak beretika, tidak berlandaskan moral politik.
Cawe-cawe Jokowi dan kroni oligarkinya, yang menghalalkan segala cara berpolitik haram yang demikian, sambil berbohong bertindak berpura-pura mencitrakan diri sedang memikirkan bangsa dan negara, adalah cara berpolitik yang telanjang tanpa etika-moral, dan karenanya harus dibongkar dan dihinakan.
Ayo sama-sama kita teriakkan lantang bahwa Presiden Jokowi sebenarnya sedang mengumbar aurat pakaian politik yang telanjang, meskipun katanya, approval rating survei memotret Jokowi didukung 90% responden sekalipun.
Baca Juga: Kejagung Dalami Keputusan-keputusan Airlangga Hartarto Sebagai Menko ketika Minyak Goreng Langka
Kebenaran harus disuarakan, bahkan meskipun sendirian. Demi Indonesia yang sama-sama kita cintai dan harus kita jaga dari cara-cara berpolitik telanjang penuh dusta dan cawe-cawe yang senyatanya demi dinasti dan bisnis kroninya, jauh dari demi "untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" Indonesia.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO