Menteri BUMN Erick Thohir berpeluang untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Dalam beberapa waktu belakangan, duet pasangan tersebut menjadi perbincangan untuk berkontestasi pada Pilpres 2024.
Merespons ramainya kemungkinan tersebut, politikus Zulfan Lindan pun membahasnya dalam podcast di kanal Youtube-nya. Ia mengemukakan, sinyal dukungan pemerintahan Jokowi juga menguat kepada nama Prabowo Subianto.
Baca Juga: Jubir Gerindra soal Erick Thohir Cawapres Prabowo: Tapi yang Kuat Gus Muhaimin
"Kalau saya lihat ya, ada juga sekarang sudah agak bergeser ke Pak Prabowo juga. Kan Pak Prabowo dalam pemerintahan yah ini ada kesamaan visi dan interest (ketertarikan), karena kedua-duanya ada dalam kabinet. Dan itu ketemu nanti ketika Pak Prabowo misalnya capres, cawapresnya Erick Thohir," kata Zulfan melalui kanal Youtube Zulfan Lindan Unpackaged yang diunggah, Selasa (11/7/2023).
Bahkan, nama Erick Thohir memang disinyalir menjadi faktor penentu dalam beberapa survei yang dilakukan beberapa lembaga.
Bahkan, nama menteri BUMN itu digadang-gadang memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi.
"Dari hasil survey kawan kawan, Erick ini faktor penentu juga. Kalau dia maju dengan Ganjar itu tingkat keterpilihannya bagus, kalau dia dengan Prabowo juga begitu," ujarnya.
Ketika ditanya nasib Cak Imin, jika nama Erick Tohir disandingkan dengan Prabowo, Zulfan mengatakan kemungkinan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pasti merelakannya.
"Ya kan, kalau Cak Imin ini kan selalu rela, ridho," kata dia.
"Artinya kan, kalau ridho-nya kiai beda dengan ridho ketum partai, kan iya. Kalau ridhonya kiai betul-betul apa ya istilahnya, mungkin di pesantren itu ada istilahnya," lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam menanggapi hal berbeda. Menurutnya jika melihat dari sisi politik bukan kerelaan, tetapi yang ada hanya proses negosiasi dan kompromi antar dua belah pihak itu sendiri.
"Harus ada proses negosiasi dan kompromi apa kemudian dalam proses kompromi itu iya harus dipilih," ungkap Khoirul Umam.
Dalam konteks politik praktis, esensinya harus ada berbagi kekuasaan sebagai gantinya.
"Bahwa dalam konteks politik praktis esensi dari koalisi termasuk juga negosiasi adalah power sharing bang. Kalau dia mendapatkan apa namanya porsi yang lebih atau mungkin barangkali ada yang kurang maka harus ada penyesuaian itu," imbuhnya.
Sebagai contoh, kata dia, jika tidak mendapat posisi cawapres maka bisa saja nama politisi tersebut ditempatkan di posisi tertentu dalam kabinet pemerintahan yang akan datang.
Baca Juga: Erick Thohir dan Cak Imin Bertemu, Sekjen PAN: Itu Sinyal Baik
"Anda kalau nggak dapet posisi cawapres ya anda dapat misalnya kekuatan logistik, atau mungkin dalam konteks pembagian portofolio pemerintahan ke depan dapat jatah menteri berapa," lanjutnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO