Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi alias Uki menyayangkan rencana renovasi Jakarta International Stadium (JIS) yang dikait-kaitkan dengan pencapresan dari Anies Baswedan.
Seharusnya, sejumlah elite politik hingga masyarakat sadar akan pentingnya renovasi tersebut guna mensukseskan ajang dari Piala Dunia U-17.
Dedek meminta semua pihak untuk tak begitu fanatik dengan Anies. Ia tak mau uang rakyat yang digunakan untuk membangun tempat tersebut menjadi sia-sia karena stadium itu tak pernah digunakan dalam ajang bergengsi level dunia.
"Pesen saya, gak usah gitu-gitu amat fanatik sama Anies. Toh niatnya baik, agar stadion JIS gak cuma jadi dekorasi kampanye aja, melainkan betul-betul dipakai untuk event besar. Sayang dong uang warga DKI sia-sia kalo JIS cuma buat gagah-gagahan Anies," ucap pendukung Ganjar Pranowo ini dalam twitter, dikutip Senin (03/07/2023).
Politikus ini mengatakan tak ada yang salah dari renovasi maupun perbaikan, intinya hal ini demi bangunan yang lebih layak dan lulus untuk digunakan dalam Piala Dunia U-17.
Menurutnya, masyarakat harus lebih bijaksana dalam melihat masalah seperti ini, tak boleh sampai terjebak dalam buaian politik jelang Pilpres 2024.
"Perbaikan (renovasi atau bukan) adalah perbaikan teknis. Jangan niat baik untul tujuan yang baik direduksi ini cuma soal dukung Anies atau kontra Anies. Dewasa dikitlah," ungkapnya.
Adapun, Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo sendiri telah buka suara terkait dengan polemik seputar renovasi dari JIS.
Ia mengatakan tak ada renovasi namun lebih kepada perbaikan sejumlah catatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Ini sebenernya bukan renovasi ya, jadi kan ada catatan terkait JIS seperti akses timur dan juga ini kita akan mencari kepastian lokasi untuk opsi parkir dan karena kereta dan stasiun belum jadi, nanti kita harus cari solusinya juga jika JIS digunakan buat event," kata Dito di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO