Karapan sapi adalah tradisi balap kereta sapi yang populer di Pulau Madura. Tradisi ini dikabarkan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan kini menjadi bagian penting dari budaya pulau yang berjuluk “Pulau Garam” tersebut.
Meskipun sepintas hanya sekedar balap sapi, nyatanya karapan sapi lebih dari itu. Terdapat makna dari karapan sapi yang bisa ditemukan dari mereka yang melakukan perlombaan. Kemenangan bukanlah sesuatu yang diutamakan para peserta lomba.
Mengutip beberapa sumber berbeda pada Rabu (14/6/2023), berikut beberapa makna dari tradisi karapan sapi di luar sifat kompetitifnya.
Baca Juga: Mengenal Karapan Sapi, Lomba Balap Unik Khas Pulau Madura
Sejarah Karapan Sapi
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa karapan sapi ini sudah ada sejak zaman Panembahan Sumolo alias Notokusumo yang masih merupakan keturunan Sunan Kudus. Sejak awal, karapan sapi bukan dibuat untuk membangkitkan jiwa kompetitif.
Ajang balap sapi ini mulanya dibuat untuk menghibur para petani yang tengah mengalami musim paceklik. Panembahan Sumolo lantas memerintahkan para petani untuk membuat ajang balap sapi yang hingga sekarang dikenal sebagai karapan sapi.
Baca Juga: Wisata Api Tak Kunjung Padam di Madura, Api yang Menyala Puluhan Tahun
Di masa itu, para petani nampak antusias untuk membesarkan sapi mereka agar bisa memenangkan lomba. Namun, terlepas dari kemenangan yang mereka peroleh, para petani juga menjunjung tinggi sportivitas dan hanya menganggap karapan sapi sebagai pelepas penat.
Alhasil, kompetisi ini hanya dibuat untuk mempererat persaudaraan dan tidak bersifat kompetitif sehingga petani tidak terobsesi dengan gelar juara.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024