Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memang negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Ada berbagai kegiatan unik yang spesifik terjadi di satu wilayah, menunjukkan betapa bervariasinya kekayaan budaya yang dipunyai Tanah Air.
Salah satu tradisi unik yang masih berlaku sampai sekarang berlokasikan di Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur. Nama tradisi tersebut adalah karapan sapi, sebuah lomba balap yang menggunakan sapi untuk mencapai garis akhir.
Berikut penjelasan lebih mendetail mengenai karapan sapi mengutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Sumenep dan sumber lain pada Rabu (14/6/2023).
Baca Juga: Wisata Api Tak Kunjung Padam di Madura, Api yang Menyala Puluhan Tahun
Karapan Sapi
Karapan Sapi adalah tradisi balap kereta sapi yang populer di Pulau Madura. Tradisi ini dikabarkan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan kini menjadi bagian penting dari budaya pulau yang berjuluk “Pulau Garam” tersebut.
Balapan ini biasanya diadakan selama perayaan tahunan, terutama dalam rangka memeriahkan festival lokal seperti "Sapi Sono" dan "Karapan Sapi Bangkalan." Namun, umumnya perlombaan dilangsungkan sekitar bulan Agustus hingga bulan September.
Dalam Karapan sapi, sepasang sapi yang ditambatkan pada kereta kayu yang disebut "sapi-kayan" berlari secepat mungkin di atas lintasan tanah yang panjang. Lintasan yang dilewati bisa beragam, mulai dari padang rumput sampai sawah berlumpur.
Baca Juga: Sejarah Api Tak Kunjung Padam: Berawal dari Cinta dan Pernikahan
Karapan sapi biasanya menarik perhatian ribuan penonton yang berdesakan di sepanjang jalur balapan untuk menyaksikan acara ini. Tradisi balap sapi tersebut juga memiliki unsur kompetisi yang kuat antara pemilik sapi dan kusirnya.
Balapan ini tidak hanya menguji kecepatan sapi, tetapi juga keahlian kusir dalam mengendalikan sapi dan kereta. Karapan sapi juga memiliki nuansa adat yang dalam, dengan pelaksanaan upacara adat sebelum dan setelah balapan.
Sejarah Karapan Sapi
Informasi menyebut kalau karapan sapi ini sudah ada sejak zaman Panembahan Sumolo alias Notokusumo yang masih merupakan keturunan Sunan Kudus.
Ajang balap sapi ini mulanya dibuat untuk menghibur para petani yang tengah mengalami musim paceklik. Panembahan Sumolo lantas memerintahkan para petani untuk membuat ajang balap sapi yang hingga sekarang dikenal sebagai karapan sapi.
Baca Juga: Jembatan Suramadu: Arsitektur yang Menghubungkan Surabaya dan Madura
Di masa itu, para petani nampak antusias untuk membesarkan sapi mereka agar bisa memenangkan lomba. Namun, terlepas dari kemenangan yang mereka peroleh, para petani juga menjunjung tinggi sportivitas dan hanya menganggap karapan sapi sebagai pelepas penat.
Alhasil, kompetisi ini hanya dibuat untuk mempererat persaudaraan dan tidak bersifat kompetitif sehingga petani tidak terobsesi dengan gelar juara.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO