Partai Amanat Nasional (PAN) hingga kini masih belum mengumumkan sosok calon presiden (capres) yang akan didukung di Pilpres 2024 mendatang.
Belakangan muncul potensi poros baru menduetkan Airlangga Hartarto-Zulkifli Hasan (Zulhas).
Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PAN, Yandri Susanto mengatakan, mereka tetap teguh mengusung Erick Thohir sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Namun, untuk capresnya, PAN masih memperhitungkan antara Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.
Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Meroket, Loyalis: Bukan Sekadar Angka, Tapi Ada Harapan dan Keyakinan Rakyat
"Saya tegaskan kembali, sudah sering saya sampaikan, PAN itu antara Ganjar dan Prabowo dan calon wakil presiden adalah Erick Thohir," kata Yandri di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Dia menuturkan, dalam rapat sepekan kemarin, PAN memang menawarkan nama koalisi baru atau pasangan baru Airlangga-Zulhas. Hal itu direspons baik internal partai dan hal itu yang sedang dievaluasi.
PAN masih terus menimbang apakah tawaran Airlangga-Zulhas menarik untuk ditampilkan sebagai salah satu kontestan pada Pilpres 2024. Tetapi, komunikasi dengan partai-partai lain masih terus dilakukan.
Termasuk, dengan PDIP dan PKB. Dia menekankan, walaupun kadang ada yang tidak diungkap ke publik, komunikasi antarketua umum, komunikasi antar sekjen, antarelite partai politik yang lain terus dilakukan PAN.
"Jadi, insya Allah mungkin tidak terlalu lama lagi akan ada keputusan," ujar Yandri.
Wakil Ketua MPR tersebut menekankan, keputusan itu bagi PAN tidak terlalu sulit karena sudah diserahkan kepada ketua umum sebagai mandat rakernas. Artinya, 100 persen hanya ketua umum PAN yang akan memutuskan nanti.
Maka dari itu, sambung dia, baik akan mengusung Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto atau malah maju sendiri sebagai poros baru memang belum diputuskan. Pasalnya, keputusan tetap di tangan Zulhas.
"Hal ini diserahkan kepada ketua umum dan rencananya akan dilaksanakan dalam waktu dekat," kata Yandri.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO