Pusat Studi Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menyoroti isu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan masa jabatan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Direktur PSHK FH UII, Dian Kus Pratiwi menilai, MK tidak terlalu memperhatikan konsekuensi luas dari putusan 112/PUU-XX/2022 tentang perubahan masa jabatan kepengurusan KPK.
Adapun sejumlah implikasi yang dimaksud antara lain, pengaruhnya terhadap independensi KPK sebagai lembaga negara independen yang mempunyai fungsi untuk pemberantasan korupsi; pengaruh terhadap lembaga negara independen lainnya yang mempunyai masa jabatan pimpinan yang sama; serta implikasi terhadap positive legislature.
Baca Juga: Masa Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang, DPR Bakal Panggil MK
"Pada hal ini, MK dinilai terlalu jauh masuk ke ranah legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan masa jabatan pimpinan lembaga negara independen," kata Dian dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).
Selain itu, PSHK UII juga mencatat bahwa seharusnya putusan MK tersebut tidak dapat berlaku untuk pimpinan KPK pada periode saat ini karena lekat dengan pemberlakuan asas non-retroaktif yang mana hukum tidak dapat berlaku surut. Sehingga pemberlakukan Putusan MK dapat dilaksanakan pada periode selanjutnya saat masa periode ini berakhir.
"Di samping itu, pemberlakuan perpanjangan masa jabatan KPK ke depan juga guna menjaga MK dari pandangan masyarakat terhadap dugaan adanya kepentingan politis dengan pimpinan KPK saat ini," ujar dia.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024