Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak gugatam judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 terkait sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, gugatan tersebut perlu ditolak untuk menjaga demokrasi negara. Dengan dikembalikannya sistem proporsional tertutup, masyarakat hanya akan mencoblos lambang partai.
"Tanpa bermaksud melakukan intervensi kepada MK, PAN mengingatkan MK agar menolak gugatan tersebut," ujar Viva dalam rilis-nya di Jakarta, Selasa, (30/5).
Baca Juga: Kader Golkar Ini Ingin Mahkamah Konstitusi Tetap Berlakukan Sistem Pemilu Terbuka
Pertama, kata dia, sistem pemilu tertutup yang hanya mencoblos tanda gambar partai politik saja akan merusak sistem demokrasi karena akan melanggar prinsip pemilu yang demokratis yang ditandai oleh one person, one vote, one value (OPOVOV).
"Suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi, vox dei) tidak akan terwujud di dalam sistem pemilu tertutup," ucap Viva.
Lalu, kedua adalah MK dalam putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008 telah menetapkan sistem pemilu proporsional daftar terbuka berdasarkan suara terbanyak. Hal itu mengabulkan gugatan atas pasal 214 (a, b, c, d) UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang memakai sistem proporsional daftar tertutup.
Untuk itu, PAN mengingatkan MK yang pernah mengabulkan gugatan untuk menerapkan sistem pemilu proporsional daftar terbuka, karena alasan MK bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan sistem pemilu tertutup terbatas itu akan menyebabkan terjadinya pelanggaran dan bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
Menurutnya, dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak. Oleh karena itu, memberlakukan sistem pemilu tertutup terbatas berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya.
Selain itu, sistem tertutup telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih. Hal ini merupakan satu kutipan amar putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008.
"Lah ini, tuntutan dari para pihak itu justru kembali ke zaman pemilu yang primitif, tidak ada nama caleg yang berdasarkan nomor urut, tetapi hanya mencoblos tanda gambar partai politik saja," tambah dia.
Maka dari itu ia menilai bahwa sistem pemilu tertutup murni sangat tidak masuk akal dan sifatnya historis bagi pembangunan demokrasi apabila MK mengabulkan gugatan tersebut.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024