Fakta politik berubah setelah PDIP dengan cepat dan tiba-tiba mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari PDIP. Sendiri dan mandiri, PDIP bisa mencalonkan capresnya sendiri.
Dengan keputusan Megawati tersebut, tanpa konsultasi dengan Jokowi, kontroversi dan pertentangan pengusung Puan Maharani dan pengusung Ganjar Pranowo selesai. Tetapi masalah baru muncul, kekuatan politik Jokowi dan PDIP bersaing dengan implikasi baru pada peta politik nasional dan mulai terjadi proses koalisi yang semakin mengerucut pada tiga calon dengan kekuatannya masing-masing.
Baca Juga: Potensi Golkar-PAN Berkompetisi Di Pilpres 2024
Faktor Jokowi menjadi faktor signifikan yang tidak biasanya karena dalam pilpres sebelumnya, presiden yang akan mundur tidak terlibat langsung dalam politik praktis mengarahkan calon presiden penerusnya. Presiden Habibie, Megawati dan SBY tidak cawe-cawe ikut masuk ke dalam politik praktis pilpres.
Mereka memilih menjadi negarawan setelah masa jabatannya habis. Jokowi lain lagi, ikut terlibat dan parta-partai ingin mendapatkan manfaat dari dukungan politik Jokowi sehingga peta baru pilpres menjadi aneh dan berbeda dibandingkan lima tahun sebelumnya, tapi juga menarik bagi lainnya.
Tetapi kemudian KIB yang kecenderungannya akan mengusung Ganjar Pranowo bersama Jokowi kehilangan angin dan secara mengejutkan mulai berbalik untuk mengusung Prabowo Subianto. Itu diperkuat oleh relawan Jokowi yang mencetuskan memilih Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden, yang akan mungkin diusung oleh Jokowi.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024