Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah mengungkap mahalnya ongkos pesta demokrasi. Hal ini dikarenakan mengakomodasi keterlibatan publik secara lebih luas secara atau masif.
Kata dia, ongkos minimal seorang calon Legislatif (Caleg) agar bisa duduk di Senayan mencapai miliaran rupiah, dimana kisarannya mulai dari Rp5 Miliar sampai Rp15 Miliar untuk DPR RI.
Baca Juga: Gandeng Tokoh-tokoh Keren, PSI Pede Jadi 'Kuda Hitam' di Pemilu 2024
Menurut Fahri, biaya yang dikeluarkan sebesar itu sudah lazim dalam alam demokrasi saat ini, karena dana tersebut digunakan untuk membiayai logistik seperti pemberian bantuan dan sebagainya.
"Makanya, tak heran banyak orang kaya yang selalu terpilih menjadi anggota DPR RI, setiap pemilu. Lantaran mereka punya kekuatan finansial. Tentu ada orang-orang kaya yang merem saja dia (memang). Nggak perlu ke dapilnya, dia cuma kirim truk logistik, dia kirim uang, dia kirim segala macam. Dan orang ini di DPR RI nggak pernah berbicara, nggak pernah menyatakan pendapat, tapi setiap tanggal 20 Oktober per lima tahunan dia dilantik. Kenapa? Karena uangnya banyak betul orang ini," ungkap Fahri.
Begitu pula ongkos untuk menjadi seorang calon presiden (capres), jumlahnya lebih gila-gilaan lagi, karena sudah mencapai triliunan. Dia memperkirakan kalau di Indonesia, orang tidak punya uang Rp5 Triliun, tak bisa nyapres.
Sebagai contoh, Fahri mengungkapkan ongkos yang diperlukan dalam pemilihan gubernur (Pilgub) mencapai puluhan hingga ratusan miliar, tergantung besar kecil provinsi. Makanya, tak heran, untuk pemilihan presiden (Pilpres), minimal seorang capres butuh uang minimal sebesar Rp5 triliun.
Dari mana uang sebanyak itu? Kata Fahri, kalau seorang capres uangnya bukan uang pribadi, melainkan dikumpulkan dari berbagai donatur.
Baca Juga: Mahfud Sebut Pemilu 2024 Pasti Diwarnai Kecurangan, KPU Janjikan Ini ke Masyarakat
Meski dibelakang nanti akan ada hubungan dengan power (kekuasaan) dan policy (kebijakan) yang akan dibuat oleh negara dan pemerintah.
Dengan model demokrasi begini, Fahri menyebut, pertarungan dalam memilih pemimpin itu bukan soal adu gagasan, tapi adu logistik.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO