Langkah Golkar, PAN dan PPP membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) membuktikan deklarasi dini membangun koalisi menuju Pilpres 2024 lebih banyak mudaratnya. Hal serupa ditunjukkan dengan langkah mencapreskan Anies Baswedan melalui Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sebelum tahapan pemilu yang terbukti membuat repot.
KIB selaku gabungan parpol pertama yang membangun koalisi kini berada pada ambang perpecahan lantaran beda pilihan capres. Sedangkan elektabilitas Anies bersama gabungan Nasdem-Demokrat-PKS terbenam dalam berbagai hasil survei.
Baca Juga: Ditanya Bagaimana Jika Koalisi Perubahan Bubar, Ini Jawaban Anies Baswedan
“Saya pikir itu baru indikasi awal karena kontestasi tersebut masih dinamis,” kata peneliti BRIN, Wasisto Raharjo Jati, di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Wasisto mengungkapkan hal itu ketika disinggung Pilpres 2024 kemungkinan menjadi pertarungan Ganjar Vs Prabowo, lantaran elektabilitas Anies selalu berada dalam urutan buncit. Padahal eks Gubernur DKI menjadi capres pertama yang dideklarasikan oleh Nasdem disusul Demokrat dan PKS.
Wasis tak mau berspekulasi terlalu jauh walaupun sekarang ini terdapat indikasi perebutan kursi RI 1 lebih didominasi oleh Ganjar Vs Prabowo. Survei terbaru Litbang Kompas, dalam simulasi tiga besar menempatkan Ganjar menjadi kandidat terkuat (40 persen), disusul Prabowo (36,8 persen) dan Anies (23,2 persen).
Elektabilitas Anies tak mampu tembus 30 persen atau tidak kompetitif menandakan yang bersangkutan harus berjibaku meyakinkan pemilih. Seharusnya, dengan adanya dukungan tiga partai yang menjamin tiket pencapresan, Anies bergerak luwes memperkuat dukungannya dan koalisi banyak mendapat manfaat.
Sedangkan Ganjar yang sempat terpuruk buntut kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 malah mengalami penguatan. Khususnya ketika dideklarasikan PDIP disusul PPP dan Hanura. Prabowo potensi kembali menyalip Ganjar apabila Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya menggelar deklarasi resmi.
Menurut Wasis, melemahnya Anies disebabkan kegagalan dalam menyolidkan koalisi yang sejatinya terdiri atas tiga partai dengan komposisi saling melengkapi. Walaupun lebih dulu dideklarasi, rendahnya elektabilitas Anies menunjukkan mesin partai tak mampu memanfaatkan waktu yang terbuka panjang untuk memperluas dukungan.
“Segmentasi pemilih Ganjar dan Prabowo yang mungkin secara populasi lebih besar dari Anies,” ujarnya.
Dia menilai situasi bisa berubah apabila masing-masing kandidat sudah memiliki cawapres. Sebelum ada cawapres definitif atau pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU, situasi masih serba dinamis.
Sedangkan bubarnya KIB sudah bisa diprediksi ketika PPP merespons deklarasi PDIP dengan menggelar rapimnas yang hasilnya mendukung Ganjar. Sebelumnya Hanura juga menyatakan dukungan kepada Ganjar.
Baca Juga: PDIP Klaim PPP Sudah Hengkang dari KIB
Waketum PPP Arsul Sani menyebut eksistensi KIB bergantung pada sikap Golkar dan PAN. KIB bubar dengan sendirinya apabila beda pilihan capres. PAN diketahui masih gamang sedangkan Golkar menunjukkan gelagat bakal merapat dengan Gerindra-PKB.
“Kalau kemudian masing-masing nanti ternyata putusan pasangan calonnya berbeda, enggak usah perlu ada pernyataan formal, bubar dengan sendirinya dan koalisi berakhir," kata Arsul di kompleks parlemen, Jakarta, belum lama ini.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024