Dalam agama Islam diajarkan bahwa istri harus patuh kepada suami. Akan tetapi, patuh dalam konteks ini tidak berarti bahwa istri harus menyerah pada kehendak suami tanpa mempertimbangkan hak-haknya sendiri.
Dalam pandangan Islam, hubungan antara suami dan istri adalah hubungan yang saling melengkapi dan saling menghormati.
Ketaatan istri terhadap suami adalah bagian dari ikatan keluarga yang harmonis, tetapi juga harus seimbang dengan hak-hak dan kewajiban suami terhadap istri.
Baca Juga: Buya Yahya: Memandang Anak Hasil Zina dengan Jijik Hukumnya Haram
Pendakwah Buya Yahya dalam dakwahnya menjelaskan bahwa istri harus patuh kepada suami sepanjang dalam kebenaran.
Dalam artian, apabila suami menyuruh istri untuk melakukan kemaksiatan, maka hal ini dilarang untuk ditaati. Hanya taati suami dalam hal-hal kebaikan yang diridai Allah SWT.
"Seorang istri harus selalu patuh kepada suami di dalam kebenaran. Enggak boleh patuh kepada suami dalam kemaksiatan," kata Buya Yahya dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, dikutip pada Rabu (24/5/2023).
"Kepatuhan adalah wajib, selagi patuh di dalam sesuatu yang diridai oleh Allah," sambungnya.
Sebagai contoh, Buya Yahya menerangkan bahwasanya apabila suami menyuruh sang istri untuk meminum minuman keras atau mengajak istri berhubungan dalam keadaan haid, maka ini harus ditolak.
"Kalau patuh dalam kemaksiatan, haram. Misalnya suami menyuruh istri (minum) minuman keras, enggak boleh patuh, termasuk suaminya mengajak istrinya berhubungan waktu haid, nggak boleh patuh," ucapnya.
"Suami jahat tapi kalau nyuruh salat tetap salat, nyuruh baik. Selagi di bawah naungan suami, selagi itu diperintahkan kebaikan, harus patuh, biar pun suaminya jahat," tandasnya.
Baca Juga: Bolehkah Tunda Mandi Wajib saat Sakit? Ini Penjelasan Buya Yahya
Penting untuk menekankan bahwa kepatuhan tidak berarti merendahkan martabat atau kebebasan istri, tetapi lebih kepada saling mendukung dan bekerja sama dalam membangun keluarga yang bahagia dan harmonis sesuai dengan ajaran Islam.