Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, menolak tudingan bahwa majelis hakim MK menunda pengesahan UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Persidangan di MK saat ini masih dalam proses pemeriksaan ahli.
"Kami akan segera menyelesaikan permohonan ini. Jadi, jangan dituduh juga nanti MK menunda segala macam, begitu," ujar Saldi Isra dalam Sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, dipantau dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, di Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Baca Juga: PDIP Percayakan Sistem Pemilu Kepada Mahkamah Konstitusi
Saldi Isra juga menyatakan apabila terdapat pihak-pihak yang ingin menyampaikan keberatan, keterangan tambahan, atau hal lainnya dapat disampaikan bersama dengan kesimpulan yang akan diserahkan kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi.
"Ini perlu penegasan-penegasan, terutama yang memungkinkan penambahan waktu," kata Saldi Isra.
Saldi Isra menegaskan bahwa sidang perkara nomor 114/PUU-XX/2022 yang berlangsung pada hari ini merupakan sidang terakhir dan majelis hakim akan segera mengambil putusan. Agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak kepada Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim telah menetapkan bahwa kesimpulan paling lambat diserahkan oleh pemohon dan para pihak terkait kepada Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu, 31 Mei 2023.
"Penyerahan kesimpulan itu paling lambat pada hari Rabu, tolong diperhatikan, tanggal 31 Mei 2023, jam (pukul) 11.00 WIB," kata Ketua MK Anwar Usman.
Sebelumnya, enam orang mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait dengan sistem proporsional terbuka ke tertutup di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022. Keenam orang tersebut, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Baca Juga: Prabowo Sengaja Manfaatkan Trah Jokowi untuk Menangkan Pemilu 2024
Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Dengan sistem tertutup ini, para pemilih hanya disajikan logo partai politik di surat suara, bukan nama kader partai.
I Gusti Putu Artha selaku saksi Ahli yang dihadirkan oleh partai Nasdem dalam sidang perkara gugatan UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka meminta kepada majelis hakim MK untuk memutus sebelum 26 Juni 2023.
"Dengan segala rasa hormat, sebagai mantan anggota KPU, mohon kepada majelis, kalau memang sidang ini bisa dipercepat, (tolong) diputuskan sebelum tanggal 26 (Juni)," kata Putu Artha dalam Sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, dipantau dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, di Jakarta, Selasa.
Putu Artha memaparkan bahwa pada tanggal 26 Juni 2023 hingga 9 Juli 2023, partai politik memiliki kesempatan untuk mengajukan perbaikan dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif. Apabila MK mengeluarkan putusan sebelum 26 Juni, maka partai politik yang ingin melakukan perbaikan berdasarkan hasil putusan MK dapat menyesuaikan diri dan mengirimkan perbaikan dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif kepada KPU.
Dengan demikian, bagi Putu Artha, konflik politik yang terjadi akan berlangsung di masing-masing partai. Akan tetapi, apabila MK memutuskan perkara terkait sistem pemilu ini setelah tanggal 26 Juni, bahkan melampaui 9 Juli 2023, Putu Artha menilai konflik akan muncul di KPU.
"Kalau putusannya setelah tanggal 26 Juni, sudah menjadi ranah KPU. Seluruh partai ini akan memindahkan konfliknya, muncul di KPU karena KPU yang menjadi palu godamnya untuk memutuskan," ujar Putu Artha.
Ia memaparkan bahwa putusan MK terkait sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup akan berdampak pada teknis pemilu, seperti percetakan surat suara, hingga distribusi logistik sejak surat suara dicetak yang dapat memengaruhi ketepatan jadwal dalam pengambilan suara.
"Saya tidak yakin soal itu," ujar Putu Artha yang juga mantan jurnalis ini.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan