Musyawarah Rakyat (Musra) yang diadakan sejumlah relawan Presiden Jokowi menghasilkan beberapa nama calon presiden dan calon wakil presiden.
Meski Dewan Pengarah Musra, Andi Gani menyebut jelas tiga nama capres, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Airlangga Hartarto, serta empat cawapres yakni Mahfud MD, Moeldoko, Arsjad Rasjid, dan Sandiaga, namun dalam arahannya, Presiden Jokowi tak menyebut satu nama pun. Dia hanya melempar banyak kode keras politik. Orasi satu jam lebih dengansecarik kertas kecil, Jokowi menyebut kebutuhan pemimpin Indonesia di masa depan.
Baca Juga: Sekber Jokowi Nusantara Deklarasikan Dukungan untuk Pasangan Ganjar-Moeldoko
“Presiden Jokowi menyampaikan kriteria capres-cawapres yang dibutuhkan. Menyinggung soal tantangan demokrasi, ekonomi, hingga percaturan geopolitik global. Masalahnya lebih condong ke siapa kode pemimpin yang dibutuhkan itu melihat dari hasil nama-nama rekomendasi Musra?” tanya Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Agung mencatat, Presiden Jokowi berulangkali menekankansoal kriteria utama capres yang merakyat, berani, paham geopolitik, menguasai strategi ekonomi, berani antikorupsi dan komitmen terhadap demokrasi. Dari semua kriteria itu, hampir seluruh nama yang diserahkan mengarah pada masing-masing nama. “Merakyat Ganjar, berani dan paham geopolitik dunia Prabowo, paham tantanganekonomi dan strateginya Airlangga mungkin dengan Sandiaga, dan berani antikorupsi serta demokrasi, Mahfud MD,” paparnya.
Lantas, mengapa Jokowi tak menyebut nama? Kata Agung, ini mempertegas peran Presiden Jokowi sebagai king maker dalam dinamika koalisi capres-cawapres yang didukung.
Mantan Walikota Solo itu sengaja tidak menyimpulkan satu pasangan nama karena dinamika pembentukan koalisi masih berjalan hingga jelang penutupan pendaftaran ke KPU.
Melihat peta politik dan kode, maka praktis nama Prabowo sama kuatnya dengan Ganjar sebagai capres yang akan didukung Jokowi. “Dengan tidak menyebut nama, ini memastikan Presiden Jokowi memiliki dua keranjang telur dalam Pilpres 2024 nanti,” tuturnya.
Baca Juga: Pengamat: Kriteria Capres Ideal Menurut Jokowi Cocok dengan Prabowo
Lantas siapa cawapres yang paling mungkin? Soal cawapres ini, lanjutnya, ada beragam pertimbangan, utamanya soal elektabilitas dan akseptabilitas yakni penerimaan partai terhadap sosok cawapres, hingga isi tas soal pembiayaan pilpres dan keempat tentang kapasitas.
“Dari nama hasil Musra, poin elektabilitas dan kapasitas bisa menjadi kelebihan dari Mahfud MD dan Sandiaga. Namun soal akseptabilitas partai, Sandiaga menjadi minor karena hijrah dari Gerindra. Sedangkan Mahfud dengan integritasnya, sering dianggap berseberangan dengan agenda-agenda politik partai,” tuturnya.
Menurut Agung, di titik inikah, Airlangga Hartarto yang direkomendasikan sebagai capres,justru bisa bergeser sebagai cawapres. Karena selain sebagai Menko Perekonomian juga merupakan Ketua Umum Golkar. “Meskipun, masih mengemuka problem akut soal elektabilitas. Maka tinggal Presiden Jokowi, Prabowo, Megawati yang bisa memutuskan apa yang terbaik untuk Prabowo maupun Ganjar,” pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai, nama Mahfud MD turut masuk dalam radar partainya sebagai cawapres. “Saya kira kalau sepanjang terkait dengan nama cawapres hasil Musra, baik Pak Mahfud dan Pak Sandiaga, itu nama yang radarnya kuat di PPP,” kata Arsul Sani.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024