Ekonom senior Rizal Ramli menyoroti fenomena kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang dirangkul oleh tokoh politik.
Dulu pada 1955 berdasarkan cerita ayah Gus Dur, NU tidak begitu dirangkul untuk kerja sama karena dianggap tidak canggih. Berbeda dengan Muhammadiyah yang saat itu memiliki banyak sosok intelek.
Baca Juga: Peran Penting Nahdlatul Ulama dalam Kemerdekaan Indonesia
Namuns seiringnya berjalan waktu dan berkembangnya politik di Indonesia, banyak tokoh politik yang merangkul kalangan NU. Namun sayang, saat ini NU hanya untuk meraup suara.
"Saya kasihan NU hanya dipakai label buat raup suara, habis itu dilupain nasib konsituen yang bawah. Namun di kalangan nasionalis ya sama. Cita-cita Bung Karno yang hebat, nasionalisme, trisakti, cuma jadi slogan pidato doang. Kebijakannya tidak ada trisakti dan nasionalisnya,"
Oleh sebab itu, Rizal melihat bahwa saat ini baik kalangan NU maupun nasionalis hanya menerima janji yang isinya slogan belaka.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024