Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak ikut campur dalam urusan Pilpres 2024. Menurutnya, kalau Jokowi ikut dalam menentukan strategi koalisi hingga pasangan calon yang akan bertarung di Pilpres itu sudah keluar dari prinsip.
Hal itu disampaikan Denny dalam diskusi bertajuk "Fenomena Begal Partai dan Risiko Runtuhnya Demokrasi di Indonesia" yang digelar Selasa (9/5/2023).
"Apa pun kalau presiden ikut menetukan strategi koalisi, ikut menentukan strategi pasangan calon, itu sudah keluar dari prinsip presiden sebagai wasit Pilpres yang harusnya adil dan netral," kata Denny.
Baca Juga: Didesak PPP Segera Cabut dari Koalisi Jokowi, NasDem Ngegas: Ngarep Limpahan Kursi?
Adapun terkait anggapan jika Presiden Jokowi berhak ikut campur terhadap pelaksanaan Pilpres lantaran penting bagi keberlanjutan legacy kepemimpinannya, Denny pun mempertanyakan legacy kepemimpinan Jokowi terkait dengan persoalan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Terakhir dikatakan beliau berhak karena ini melanjutkan legacy-legacy keberlanjutan pembangunannya saya kalau masalah ekonomi tidak punya hak kompetensi untuk bicara. Tapi kalau untuk bicara hukum dan pemberantasan korupsi legacy semcam apa yang akan dilanjutkan," ungkapnya.
Menurutnya, Presiden Jokowi adalah orang yang paling bertanggungjawab atas pelemahan, kelumpuhan dan pembunuhan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Karena pelemahan kelumpuhan dan pembunuhan KPK itu dilakukan melalui perubahan UU KPK dan presiden tidak hanya sebagai kepala eksekutif justru legislatif yang ikut menyetujui perubahan UU KPK itu beliau adalah kepala koalisi dalam lembaga kepresidenan," tuturnya.
"Jadi legacy hukum apa yang ingin diteruskan, menurut saya penegakan hukum dan korupsi di era Jokowi itu adalah yang terburuk yang terkonfirmasi oleh IPK yang turun sampai 4 poin terburuk dalam sejarah reformasi," sambungnya.
Lebih lanjut, ia pun mengatakan, di lain sisi memang Presiden Jokowi mengaku tak ikut cawe-cawe terkait urusan Pilpres 2024. Namun di sisi lain justru Jokowi membangun komunikasi di belakang dengan pimpinan partai-partai politik.
"Tapi di Palung belakang bicara lah dengan para pimpinan parpol dengan para ketua-ketua partai dan lain-lain akan dikonfirmasi bahwa presiden lah yang menetukan kenapa Sandi mendekati PPP, kenapa Erick Thohir mendadak dangdut menjadi NU, kenapa pak Prabowo diminta berpasangan dengan Airlangga," tuturnya.
Baca Juga: Ganjar Capres Paling Dipercaya Lanjutkan Program Jokowi, Anies dan Prabowo Sebaliknya
"Kenapa ada upaya upaya menjegal Anies Baswedan, saya pikir hentikan presiden. Jadi lah wasit yang netral karena itu lah amanat konstitusi kita," pungkasnya.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024