Partai-partai politik yang mulai membentuk wacana adanya koalisi besar bertemu langsung dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla. Dari Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Golkar Airlangga Hartarto hingga Ketua PKB Muhaimin Iskandar. JK yang semula optimis koalisi besar bakal terbentuk, kini menjadi pesimis. Mengapa...
Kurang dari sepekan, kediaman JK di Jalan Brawijaya Nomor IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, didatangi secara bergilirian oleh bos-bos parpol. Bos parpol yang pertama datang adalah Prabowo Subianto. Prabowo datang ke rumah JK usai sang tuan rumah dinyatakan negatif Covid-19, Selasa (2/5).
Baca Juga: Ini Faktor yang Membuat Jusuf Kalla Bisa Tingkatkan Potensi Pimpinan Parpol Menang Pilpres 2024
Kunjungan itu dilaksanakan secara singkat sebelum Prabowo bertemu dengan Presiden Jokowi, di Istana Negara bersama enam bos partai koalisi Pemerintah pada malam harinya. JK dan Prabowo menegaskan bahwa pertemuan mereka tidak membahas soal politik.
Dua hari setelahnya, giliran Airlangga yang menghadap. Saat itu, Airlangga hanya ditemani oleh istrinya, Yanti Airlangga. Selain silaturahmi, Airlangga juga menyampaikan perkembangan koalisi yang sedang dijajaki oleh partainya.
Kepada Airlangga, JK berpesan agar Menko Perekonomian tersebut memastikan perolehan suara Beringin meningkat di Pileg 2024. Juga, Golkar harus terlibat dalam kepemimpinan nasional ke depannya. Sedangkan terkait capres dan cawapres, mantan Ketum Golkar itu menyerahkan sepenuhnya kepada Airlangga dan koalisi yang terbentuk nantinya.
Terakhir, giliran Muhaimin Iskandar yang datang. Cak Imin yang mengenakan batik berwarna hijau tiba di rumah JK tiba sekitar pukul 20.08 WIB, Sabtu (6/5) malam. Selain ditemani pejabat teras DPP PKB, Cak Imin juga didampingi istrinya Rustini Murtadho. Rombongan Cak Imin pun disambut jabat tangan oleh JK yang mengenakan koko biru muda. Setelah itu, keduanya sempat sedikit berbincang sebelum masuk ke kediaman JK.
Hanya saja dalam pertemuan terakhir ini, terselip pernyataan JK kepada Cak Imin mengenai simpang siur pembentukan Koalisi Besar. Diketahui, saat ini partai pendukung Pemerintah sedang berusaha membentuk Koalisi Besar.
Baca Juga: Balas Kritik JK yang Sindir Jokowi Iniasiasi Koalisi, Ketum PKN: Kenapa Mantan Wapres Dongkol?
“Kita tanya beliau, nasihatnya soal Koalisi Besar bagaimana?” tanya Cak Imin ke JK, Sabtu (6/5).
Akan tetapi jawaban JK yang juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu bikin semangat parpol penggagas Koalisi Besar menciut. “Itu suatu ide wacana yang baik, tapi secara pelaksanaan politiknya sulit,” jawab JK.
Kenapa? Menurut JK, semua partai di Koalisi Besar punya capres masing-masing. Sementara yang didaftarkan ke KPU hanya satu pasang capres dan cawapres. “Tidak mudah untuk dalam jumlah semuanya akan bersatu dalam 1 calon. Dan ini namanya Pemilu, kalau calonnya cuma 1 atau 2 itu tidak dibenarkan, dalam sejarah di Indonesia tidak pernah terjadi. Minimal 3,” sebut dia.
Sebelumnya pada pertemuan dengan Airlangga, JK sempat optimis tentang pembentukan Koalisi Besar. Dia bilang, Koalisi Besar bisa terbentuk asalkan seluruh partai pendukung Pemerintah mau bekerja keras. Di antaranya, Golkar, Gerindra, PKB, PAN dan PPP. Kelima parpol itu harus punya isi kepala yang sama mengenai sosok calon yang akan diusung di Pilpres 2024 mendatang.
“Kalau semuanya bersatu, itu jadi ide bagus,” ucap JK saat bertemu Airlangga, Kamis (4/5).
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengaku, sejak awal pihaknya pesimis Koalisi Besar bakal terbentuk. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat keinginan itu sulit terwujud.
“Pertama ada perbedaan capres,” tandas Awiek, sapaan Achmad Baidowi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ditambah lagi pembentukan Koalisi Besar berasal dari lintas koalisi yang sudah lebih dulu dibentuk. Golkar-PAN-PPP dengan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) lalu Gerindra dan PKB yang sudah deklarasi Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). “Apakah itu disebut Koalisi Besar kalau tiga partai. Ya nggak perlu dipaksakan ada Koalisi Besar,” tegas dia.
Ketua DPP Partai Golkar, Nusron Wahid menegaskan, Koalisi Besar merupakan upaya untuk menghindari polarisasi dan framing politik yang tidak sehat dan berdampak buruk terhadap kelangsungan demokrasi. “Kita ingin menghindari adanya kutub perubahan dan status quo, kita punya pengalaman pada Pemilu 2014 dan 2019, ada cebong dan kampret, religius dan sekuler. Ini tidak baik dan tidak sehat,” jelas Nusron.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan