Salah satu motor pembentukan Koalisi Besar, Partai Golkar, mulai mengusulkan skenario capres-cawapres. Usulnya, Prabowo Subianto, wakil KKIR, menjadi RI-1 dan Airlangga Hartarto, wakil KIB, sebagai RI-2.
Ketua Bappilu Partai Golkar Nusron Wahid menyebut, KIB yang beranggotakan Golkar, PAN, dan PPP potensial melebur dengan KKIR bentukan Gerindra dan PKB. Kelimanya berpeluang merger menjadi Koalisi Besar.
Tujuan pembentukan koalisi ini adalah menghindari polarisasi dan framing politik yang tidak sehat dan berdampak buruk terhadap kelangsungan demokrasi. "Kita ingin menghindari adanya kutub perubahan dan status quo. Kita punya pengalaman pada Pemilu 2014 dan 2019, ada cebong dan kampret, religius dan sekuler. Ini tidak baik dan tidak sehat. Harus dihindari," kata Nusron, kemarin.
Baca Juga: Anies Buka Peluang Duet Airlangga Jika Golkar Mau Gabung Koalisi Perubahan
Untuk menentukan capres-cawapres dalam Koalisi Besar, kata Nusron, juga mudah. KKIR mendapat posisi capres, sedangkan KIB mendapat jatah cawapres. Menurutnya, pembagian jatah ini fair. “Karena dua koalisi, presidennya Prabowo dan wakilnya Airlangga dari KIB, kan wajar," tambah Nusron.
Meski begitu, Nusron menyadari, politik itu dinamis. Bisa berubah kapan pun, tergantung kesepakatan. Dia pun menyerahkan kepada para ketua umum parpol-parpol yang bakal dalam Koalisi Besar untuk berembuk. "Tapi, sekali lagi soal capres dan cawapresnya kita serahkan sama ketum masing-masing partai," ungkapnya.
Yang terpenting, sambung mantan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2MI) itu, dalam bangunan Koalisi Besar harus punya kesamaan niat untuk menang. Jika niatnya sudah sama, masalah tokoh dan calonnya menjadi mudah ditentukan. "Saya yakin calon kami dari KIB akan punya kontribusi yang signifikan dalam kemenangan," ucapnya.
Baca Juga: Apa Koalisi Perubahan Terancam dengan Koalisi Besar? Ini Jawaban Anies Baswedan
Terkait sikap PKB yang juga ngotot mengusung Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Prabowo, Nusron ambil pusing. Kata dia, saat ini PKB telah sepakat menjadi jembatan terbentuknya Koalisi Besar. "Golkar dan PKB sama-sama sepakat menjadi anchor atau jembatan terbentuknya integrasi, KKIR dan KIB," jelas anggota DPR ini.
Apakah mungkin Koalisi Besar mengusung Prabowo-Airlangga? Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyebut, hal itu tergantung lobi dengan PKB.
Ujang melihat, untuk capres, sudah pasti Prabowo yang akan diajukan jika Koalisi Besar terbentuk. Apalagi, Prabowo terlihat sudah mendapatkan lampu hijau dari Presiden Jokowi usai pertemuan enam ketua umum partai pendukung pemerintah, di Istana Merdeka, Selasa malam (2/5) lalu.
Baca Juga: PAN: Golkar Sama PKB, PAN Bisa dengan PPP-PDIP
"Kelihatannya bisa saja membentuk Koalisi Besar tapi minus PPP yang gabung PDIP. Saya melihat dan mengamati, sinyal Koalisi Besar itu capresnya Prabowo,” ucap Ujang, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk cawapresnya, lanjut Ujang, perlu dibicarakan lebih lanjut. Terutama lobi-lobi kepada Imin, sapaan akrab Muhaimin, jika Airlangga ingin mendampingi Prabowo. "Integrasi ke Koalisi Besar mungkin terjadi, tapi kalau skemanya Prabowo-Airlangga, apa Cak Imin legowo," imbuh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu.
Ujang melihat, Imin juga mengincar kursi cawapres Prabowo. Makanya, perlu dibicarakan serius di antara partai KKIR dan KIB. "Pokoknya selama janur kuning belum melengkung, semua kemungkinan bisa terjadi," tandas dia.
Sebelumnya, Imin menyatakan, semua peluang simulasi capres-cawapres masih mungkin terjadi. Simulasi itu antara lain dirinya, Airlangga, Prabowo.
Baca Juga: Partai Golkar Gelorakan Duet Prabowo-Airlangga untuk Koalisi Besar
"Simulasi itu tidak menutup berbagai peluang, apakah Prabowo-Muhaimin, apakah Prabowo-Airlangga, atau kah Airlangga-Muhaimin, itu masih proses yang akan kita jalani," ucap Imin, saat bertemu Airlangga, di Resto Pelataran Senayan, Jakarta, Rabu (3/5).
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024