Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah dirinya ikut campur dalam jalannya persiapan Pemilu karena mengundang sejumlah ketua umum partai untuk silaturahmi.
Jokowi sendiri menekankan bahwa pertemuan sejumlah partai politik dengannya di Istana Negara pada Selasa (02/05/2023) hanya sekadar diskusi biasa antarketua umum partai politik.
"Cawe-cawe. Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi saja kok (disebut) cawe-cawe. Diskusi," kata Jokowi memberikan tanggapannya sambil tertawa, di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Jokowi pun mengatakan, dirinya juga merupakan seorang pejabat politik. Namun, urusan capres dan cawapres merupakan urusan partai atau gabungan partai.
Baca Juga: NasDem Tak Hadir di Halalbihalal Istana Negara, Jokowi: Memang Enggak Diundang
"Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe. Urusan capres, cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai," ujarnya.
Karena itu, menurutnya wajar jika dirinya mengundang para ketua umum partai politik atau sebaliknya. Jokowi menyebut tidak ada konstitusi yang dilanggar dengan adanya pertemuan itu.
"Tapi kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja. Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada. Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tapi juga pejabat publik," kata Jokowi.
Seperti diketahui, Jokowi mengundang enam ketum parpol pendukung pemerintahan kecuali Nasdem pada Selasa malam. Keenam ketum parpol tersebut yakni Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek mengatakan, beberapa waktu belakangan banyak hal-hal salah yang terus saja dilakukan Presiden Jokowi dengan bangga. Ia merasa, itu jadi perlu dikritisi secara tajam.
Baca Juga: Kantongi Lima Nama Cawapres, NasDem Belum Mau Beri Bocoran
Antara lain, kehadiran Presiden Jokowi dalam deklarasi Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung PDIP. Baik sebagai Presiden RI maupun kader PDIP, ia merasa, Presiden Jokowi memiliki kewajiban menjaga independensi.
"Ada hal-hal bernama independensi yang rela dikorbankan Presiden Jokowi dengan hadir di tempat itu dan menunjukkan stigma pada publik presiden selanjutnya dari partai ini, dan presiden selanjutnya idealnya beliau," kata Melki, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Ia juga mengkritik Presiden Jokowi yang belakangan semakin rajin 'cawe-cawe' Pilpres 2024. Sebab, sesuai konstitusi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Baca Juga: Koalisi Perubahan Bakal Kesulitan Kalau NasDem Ragu Capreskan Anies
Termasuk, ketika memilih presiden dan wakil presiden yang merupakan orang-orang yang dicalonkan parpol atau gabungan parpol. Jadi, bukan calon yang disarankan, direkomendasikan apalagi distigma sebagai anjuran.
Melki menekankan, menjadi kesalahan jika Presiden Jokowi ikut bermain dalam kontestasi yang seharusnya memposisikan diri sebagai wasit. Artinya, ada kewajiban bagi Presiden Jokowi mampu bersifat netral dan independen.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan