Menu


Sejarah Hari Ini: Hari Puisi Nasional, Dramatisir Wafatnya Chairil Anwar

Sejarah Hari Ini: Hari Puisi Nasional, Dramatisir Wafatnya Chairil Anwar

Kredit Foto: Unsplash/Aaron Burden

Konten Jatim, Jakarta -

Bertepatan dengan tanggal 28 April ialah Hari Puisi Nasional. Peringatan ini berkaitan erat dengan peringatan wafatnya salah seorang penyair legendaris Indonesia.

Siapa yang tak mengenal Chairil Anwar? Seorang legenda penyair terkemuka yang telah melahirkan 96 karya, serta 70 puisi. Chairil dinobatkan sebagai pelopor angkatan ’45 berkat dedikasinya di bidang sastra.

Chairil Anwar juga mempunyai sebutan ‘Si Binatang Jalang’ karena puisinya sendiri. Ialah penyair yang produktif selama periode 1942-1949. Tak hanya puisi, ia juga menulis 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, sampai 4 prosa terjemahan.

Baca Juga: Mengenal Prasasti Sukabumi Kediri, Awal Bahasa-Sastra Jawa

Karya-karyanya selalu melegenda dan puisinya mendobrak semangat, sampai senantiasa melekat dalam buku-buku pelajaran bahasa di Indonesia.

Chairil merupakan penyair asal Medan, lahir pada 26 Juli 1922 dan wafat di Jakarta, 28 April 1949. Selalu, karya-karyanya terkenang di hati masyarakat. Hal ini terbukti lewat banyaknya orang yang membaca dan melantunkan karyanya.

Tak dapat dipungkiri, Chairil Anwar telah begitu mewarnai dunia sastra Indonesia dengan banyak karyanya yang begitu terkenal. Misalnya, puisi perjuangannya yang terkenal ‘Aku’, ‘Karawang-Bekasi’, dan ‘Diponegoro’.

Baca Juga: Awal Sastra Jawa, Bagaimana Isi Bagian Depan Prasasti Sukabumi?

Ada pula yang bertema percintaan dan renungan seperti ‘Senja di Pelabuhan Kecil’, ‘Doa’, hingga ‘Selamat Tinggal’.

Berkaitan dengan peringatan Hari Puisi Nasional ini, berikut salah satu karya puisi perjuangan milik Chairil Anwar, ‘Aku’:

Baca Juga: Sambangi Prabowo di Kemenhan, Susi Pudjiastuti Dapat Cendera Mata Buku

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya yang terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Sebagai informasi, puisi tersebut terkait erat dengan masa pergerakan dan perjuangan pada masa awal kemerdekaan. Puisi ini mengisahkan kesetiaan, kerendahan diri, dan semangat keberanian Chairil dalam menghadapi kehidupannya.

Menurut laman Formadiksi UM, penyair-penyair nasional lahir membawa arah perubahan dalam dunia sastra berkat sosoknya yang menginspirasi. 

Hari Puisi Nasional itu unik. Biasanya, penentuan hari-hari peringatan ditentukan berdasarkan hari kelahiran tokoh yang bersangkutan. Sebagai contoh, Hari Kartini pada hari kelahiran R.A. Kartini.

Baca Juga: Teknologi Semakin Maju, Ganjar Pranowo Bandingkan Penggunaan Buku saat Dirinya Kuliah Dahulu dengan Anaknya

Dapat dibilang, peringatan hari puisi yang satu ini ditetapkan pada 28 April untuk mengenang dan mendramatisasi wafatnya Chairil Anwar selayaknya unsur drama dalam puisi, serta membangkitkan semangat berpuisi dalam diri masyarakat Indonesia.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO