Dalam salah satu kesempatan, budayawan Butet Kartaredjasa mendapat pertanyaan bagaimana politik sebagai seni? Karena banyak pihak yang mengatakan bahwa politik adalah seni kemungkinan. Namun saat ini kita lihat politik sebagai seni sudah sangat minim dan kehilangan seni dalam politik itu.
"Gini loh kalo orang belajar seni, terutama aku praktisi seni pertunjukan. Ketika main teater, bermain dengan sejumlah orang. Kalau aku menulis atau melukis itu personal, hanya diriku dan matrial seni. Tapi kalau seni pertunjukan banyak orang," kata Butet Kartaredjasa, mengutip video yang diunggah di kanal YouTube, Rabu (26/4/2023).
Baca Juga: Tinggalkan Gerindra, Sandiaga Uno Dituding Tergoda Hasrat Politik
"Di dalam praktik-praktik seni yang komunal, kolektif, itu diam-diam mempraktikan praktik-praktik demokrasi dengan baik. Karena dengan seseorang, harus berkompromi. Kapan berdialog, kapan mendengarkan, kapan kompromi dengan cahaya, aku kompromi dengan penata sound, audio, gimana biar enggak feedback, aku blocking di mana, itu full kompromi," tambahnya.
Butet Kartaredjasa melanjutkan, dalam berseni pertunjukan harus mengartikulasi pikiran dengan baik dan harus bersedia mendengarkan.
Sementara dalam politik, dua hal tersebut dilakukan. Kapan harus bicara dengan artikulasi baik, runtut, dan berargumentasi baik. Namun juga paham kapan harus mendengarkan pendapat orang lain.
"'Oh ada orang berpendapat' ini praktik demokrasi. Tapi coba Anda lihat talkshow di tv-tv. Orang lagi ngomong ditabrak, sana ikut nabrak, tiga orang bareng, mana peristiwa komunikasi, mana praktik demokrasi yang indah? Yang ngomong politisi loh, kok tidak punya adab," jelasnya.
"Ini seni berpolitik. Kalau saya mencoba relasikan dunia saya, dunia kecil saya, tempurung seni, di sini banyak ilmu-ilmu hidup bukan hanya untuk politik, tapi untuk hidup," pungkas Butet.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024