Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menciptakan polemik yang tak berkesudahan di bawah masa pimpinan Firli Bahuri sejak tahun 2019.
Salah satu polemik yang tak luput dari perhatian publik sejak beberapa tahun lalu adalah Undang-Undang (UU) KPK yang baru.
Meski UU KPK ini sudah lama disoroti oleh berbagai kalangan masyarakat, mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengingatkan kembali betapa berbahayanya UU KPK saat ini.
Dijelaskan oleh Abdullah, dulu UU KPK tidak menerapkan sistem Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3). Namun, SP3 ini berlaku di UU KPK yang baru.
“Undang-Undang KPK yang lama itu tidak boleh SP3. Kenapa tidak boleh SP3? Karena korupsi itu kejahatan luar biasa sehingga ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, itu 99 persen dihukum mati oleh pengadilan,” ujar Abdullah dalam forum Bersihkan KPK dari Kepentingan Politik: Turunkan Firli Bahuri Segera pada Kamis (13/04/2023).
Abdullah pun menjelaskan bagaimana sistem SP3 bisa dijadikan tameng atau jalan keluar bagi para koruptor untuk kabur dari kasus korupsi mereka sendiri.
Menurut penjelasannya, SP3 bisa dikeluarkan jika selama kurun waktu yang telah ditentukan, kasus korupsi yang seharusnya ditangani penyidik tak kunjung selesai.
“Setelah dua tahun proses penanganan dan tidak selesai, maka (dikeluarkan, red) SP3,” kata Abdullah.
Ketika hal ini terjadi, para koruptor bisa kabur ke suatu tempat dan membuat pekerjaan KPK terulur.
Jika hingga waktu yang ditentukan kasusnya tak kunjung diselesaikan, maka para koruptor bisa kembali lagi dengan bebas tanpa perlu takut kasusnya kembali ditangani.
“Ini artinya sinyal kepada koruptor ketika sudah diketahui oleh KPK, kabur ke luar negeri, tunggu sampai dua tahun baru kembali, selesai sudah. Ini dampak yang luar biasa dari Undang-Undang KPK yang baru,” jelasnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO