Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, koalisi besar harus didasari kesepahaman dan kesetaraan. Jangan sampai koalisi hanya didomnasi partai politik tertentu.
"Makanya yang terpenting adalah membangun sebuah pemahaman yang sama dan harus dipahami bahwa koalisi ini ada yang menginisiasi. Jangan sampai inisiasi, jangan sampai nanti misalnya koalisi sudah dibangun, tapi belakangan ingin menguasai," ujar Ace di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (12/4).
Baca Juga: Golkar tak akan Abaikan PAN dan PPP Meskipun Dukung Adanya Wacana Koalisi Besar
"Tentu itu yang harus dihindari," katanya melanjutkan.
Saat ini, sudah ada kesamaan pandangan antara Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait wacana koalisi besar. Kelimanya juga masih terbuka dengan peluang bergabungnya partai politik lain, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Prinsipnya kita terbuka, hanya saja kita pastikan bahwa kalau terbuka tentu harus ikut dalam aturan main di koalisi besar," ujar Ace.
Kendati demikian, wacana koalisi besar belum membicarakan sosok yang akan diusung sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Namun, komunikasi antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) terus terjalin untuk mewujudkannya.
"Segala sesuatu ada waktunya gitu, sekarang kan masih suasananya suasana bulan Ramadhan ya kan. Secara kebetulan semua partai koalisi ini berada dalam pemerintahan, tentu ya kita harusnya lebih fokus menyelesaikan berbagai persoalan terkait dengan pemerintahan ini," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli menilai kerja sama antarpartai politik untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 sangatlah dinamis. Bahkan, ia menilai bahwa pembentukan KIB dan KKIR hanyalah tes ombak saja.
Baca Juga: Ketidakpastian Koalisi Besar Jadi Keuntungan Anies Baswedan
"Partai-partai dengan membentuk KIB dan KKIR masih dan dinamis, hal karena terkait dengan sosok capres dan pragmatisme partai-partai. Mereka sebenarnya dalam gercep (gerak cepat) membentuk koalisi tadi hanya tes ombak aja," ujar Romli saat dihubungi, Senin (3/4).
Ia menilai, elite-elite partai politik, khususnya yang berada dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin hanya ingin Pilpres 2024 diikuti oleh dua pasangan capres-calon cawapres. Adapun slot pertama sudah diisi oleh Anies Rasyid Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Perbaikan.
Hal tersebutlah yang mendasari wacana koalisi besar antara Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB, PAN, dan PPP. Kelima partai itu dinilai hanya ingin mengamankan kekuasaannya di pemerintahan selanjutnya.
"Dengan lima partai tersebut akan membangun koalisi besar, bisa jadi nanti hanya dua pasang capres. Tampaknya para elite partai tidak mau memanfaatkan coattail effect dari pemilu serentak, mereka lebih tergiur dengan kemenangan dan kekuasaan yang nanti mereka dapat," ujar Romli.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan