Jika terbentuk, Koalisi Besar dinilai menimbulkan kerentanan beberapa figur yang bisa menimbulkan friksi di dalam koalisi. Khususnya dalam penentuan capres-cawapres.
Untuk figur capres, ada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Figur cawapres lebih banyak lagi, ada Ketua Golkar Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dan Ketua PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Baca Juga: PSI Sambangi Markas Golkar Temui Airlangga, Bahas Koalisi Besar
"Kemudian sudah ada komitmen koalisi yang sudah terbentuk sebelumnya. Baik dari Koalisi PKB-Gerindra (KKIR), maupun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) PPP, Golkar, dan PAN," ujar Adi Suryadi Culla, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), mengutip fajar.co.id, Rabu (12/4/2023).
Sehingga, superkoalisi akan sulit terbentuk. Butuh bargaining atau nilai tawar besar untuk memutuskannya, termasuk putusan masing-masing internal partai.
Mengingat ada beberapa hal yang harus diselesaikan, akibatnya ada ketidakpastian dalam pembentukan koalisi besar ini. Situasi ini justru akan menguntungkan capres usungan Koalisi Perubahan untuk Persatuan yaitu Anies Baswedan.
"Karena koalisi besar yang tidak pasti itu menunjukkan kesulitan untuk mengajukan figur. Sehingga, menguntungkan Anies karena ada perpecahan di koalisi besar yang tidak bisa membangun soliditas untuk menyatu dalam satu koalisi," kata Culla.
Sehingga, jika situasi itu berlarut-larut, akan menyulitkan untuk sosialisasi figur yang mereka usung nanti. Sebab, pendekatan ke arus bawah juga dibutuhkan. Sehingga, koalisi yang lebih cepat terbentuk diuntungkan, daripada tertunda dan berlarut-larut, tidak ada kepastian.
Anies yang lebih dahulu diusung diuntungkan dengan kondisi itu. Anies satu langkah sudah berhasil menyelesaikan, daripada kondisi koalisi yang sedang terombang-ambing. Meskipun hitungannya besar, superkoalisi belum ada kesepakatan bersama, sehingga koalisi itu mengambang.
Terutama Golkar yang berdasarkan hasil Munas dan Rakernas telah memutuskan Airlangga Hartarto sebagai capres. Sehingga jika ingin bergabung dalan superkoalisi, maka butuh tawar menawar alot. Kecuali para elite figur capres-cawapres mau mengalah, situasinya akan adem.
Golkar merupakan partai yang lebih terbuka dibanding partai lain. Sehingga sangat potensi terjadi guncangan jika Airlangga tidak berhasil menjadi capres atau cawapres.
"Jadi tidak mudah juga bagi Golkar untuk memosisikan diri dalam koalisi karena ada potensi gejolak internal," pungkas Culla.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO