Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul menyebut bahwa ikut campurnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Koalisi Besar menjadi titik lemah bagi koalisi tersebut.
Hal ini lantaran, menurut dia, pemilih muda antara 17-40 tahun akan lebih senang dengan figur calon presiden (capres) atau koalisi yang tidak ada campur tangan petahana.
"Anak muda yg berumur antara 17-40 tahun yg berjumlah 50 persen kurang tertarik dengan Koalisi Besar. Faktor keterlibatan Jokowi bisa juga sebagai kelemahan Koalisi Besar ini," kata Najmuddin, Ahad (9/4/2023).
Baca Juga: Rekam Jejak Mentereng, Erick Thohir Dinilai Berpeluang Jadi Cawapres Primadona Koalisi Besar
Koalisi Besar atau yang disebut juga Koalisi Kebangsaan kemungkinan terdiri dari gabungan Koalisi Indonesia Raya (KIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). KIR terdiri dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). KIB terdiri dari PAN, Golkar dan PPP.
Kelima partai ini diketahui sama-sama partai yang sekarang berada di dalam pemerintahan Jokowi. Najmuddin menyebut koalisi ini terlalu gemuk dan sampai saat ini masih sulit menentukan siapa capres dan cawapres yang akan diusung.
Figur Prabowo yang dianggap berpeluang besar dinilai Najmuddin sudah tidak menarik lagi bagi pemilih muda sejak mantan danjen Kopassus itu menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi. Lalu ikut campurnya Jokowi dalam koalisi ini lanjut Najmuddin juga menjadi titik lemah karena pemilih muda sudah banyak yang kecewa dengan pemerintahan Jokowi selama 9 tahun terakhir.
Najmuddin menambahkan, bila Koalisi Besar ini akan sulit mengajak PDIP untuk bergabung. Karena PDIP masih punya bargaining yang tinggi dibandingkan partai-partai Koalisi Besar tersebut.
Baca Juga: Jokowi Diyakini Sodorkan Erick Thohir ke Koalisi Besar
"PDIP memiliki bargaining politik yang kuat. Ini tentu PDIP tidak bisa diatur dan dijinakkan oleh Prabowo," ujar Najmuddin.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024