Wacana koalisi besar dalam Pilpres 2024 bermaksud menentang Anies Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Jika terbentuk, hampir pasti hanya ada dua pasangan capres dan cawapres.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, jika hanya ada dua paslon capres-cawapres maka pilpres akan berjalan lebih cepat. Hal itu tentunya menjadi keuntungan bagi negara karena dapat menghemat anggaran.
Baca Juga: Prabowo Tanggapi PDIP yang Minta Posisi Capres Koalisi Besar
"Pasangan calon yang diusung berpeluang hanya akan diikuti dua capres dan cawapres. Karena hanya diikuti dua pasangan calon maka Pilpres 2024 nanti cukup satu putaran," kata Jamiluddin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (9/3/2023).
Bahkan, tanpa melibatkan PDI Perjuangan pun koalisi besar bisa terwujud. Pasalnya, jika PDIP ikut bergabung maka peluang para ketum parpol seperti Prabowo Subianto, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan untuk menjadi capres atau cawapres bakal tertutup.
"Pastinya PDIP tidak akan mudah ikut ke dalam koalisi besar tanpa ada jaminan mengisi capres. Tentu ini akan menyulitkan peluang ketua umum parpol lain yang memiliki elektabilitas tinggi," ujarnya.
Mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini berpendapat dua paslon capres-cawapres justru tidak akan memberikan pilihan alternatif bagi masyarakat. Ia khawatir terjadi polarisasi di tengah masyarakat jika hanya dua paslon di Pilpres 2024 nanti.
"Khawatirnya itu nanti kembali menghidupkan keterbelahan di kalangan masyarakat seperti pada pilpres sebelumnya. Karena jika hanya dua pasangan calon peluang terjadinya kesenjangan para pendukung bisa semakin kuat," tandasnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO