Pemimpin PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dikabarkan setuju dengan wacana koalisi besar asalkan capresnya dari PDIP.
Pengamat politik, Refly Harun, merasa aneh dengan sistem pembentukan koalisi politik di Indonesia. Menurutnya, koalisi politik seharusnya diciptakan ketika membentuk kabinet pemerintah bukannya menjelang Pemilu seperti ini.
"Misalnya masing-masing partai mengajukan calonnya sendiri kalau tidak ada Presidential Threshold. Kalau kalah, baru menawarkan diri untuk menjadi anggota koalisi," jelas Refly dalam kanal Youtube Refly Harub,
Menurut Refly, pembentukan koalisi di awal akan menutup kemungkinan bagi anggota-anggotanya untuk masuk ke dalam pemerintahan jika koalisi tersebut kalah. Hal ini membuat kompetisi politik menjadi kurang menarik menurut pandangannya.
"Saya mengatakan ini politik sontoloyo. Masa kompetisi nya mau ditutup jadi hanya untuk orang tertentu saja," terangnya.
Politik sontoloyo ini menurut Refly terbentuk karena adanya batasan yang muncul akibat diterapkannya Presidential Threshold. Banyak figur akan bisa maju sebagai capres jika terhalang oleh peraturan ini
"Masa orang ingin jadi presiden semua, tetapi Presidential Threshold nggak mau dihapus. Ini kan namanya paradoks," ujarnya.
Baca Juga: PAN: Koalisi Besar Bergantung pada Persetujuan Pimpinan Partai Politik
Refly berpendapat bahwa paradoks ini muncul akibat sengaja dipertahankan untuk memenuhi aspek ideologis dan pragmatis pihak-pihak tertentu.
"Dipikirnya kalau seandainya kalau presiden nya banyak nggak bisa bikin koalisi. Ini kan aneh banget," tuturnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO