Ushul fikih adalah ilmu yang mengkaji dalil fiqih berupa kaidah untuk mencari tahu penggunaan dan keadaan orang yang memakainya untuk mengeluarkan hukum amali.
Jelasnya, ini adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah, teori, dan sumber secara rinci untuk menghasilkan hukum yang diambil dari sumber-sumber tersebut.
Menurut laman Pengadilan Agama Tigaraksa, ada dua definisi ushul fikih, yakni menurut idhofah (penggabungan) dan laqab (julukan/sebutan). Secara idhofah, ada ulama yang mendefinisikan ushul dulu barulah fikih, dan sebaliknya.
Baca Juga: Mengenal Sejarah Fikih dari Zaman Rasulullah Sampai ke Indonesia: Pelan Tapi Pasti
Definisi ushul fikih disebut sebagai ‘sesuatu hal yang berdiri di atasnya fikih’.
Sementara itu, definisi menurut laqab maksudnya Syarh Mukhtashor al-Muntaha Al-Ushuli Ibnul Hajib mendefinisikan ushul fikih sebagai sebutan suatu bidang ilmu. Suatu ilmu tak didefinisikan karena kesulitan mendefinisikannya karena dua hal:
- Tak akan diketahui soal ilmu selain oleh ilmu itu sendiri. Jika suatu ilmu telah diketahui ilmu lain, maka ilmu itu sudah ada/punya kedudukan. Jika tidak, ilmu itu tak dianggap ada.
Baca Juga: Apa Itu Fikih? Ini Pengertian, Objek Bahasan, dan Kaitannya dengan Syariah
- Setiap ilmu yang keberadaannya diketahui, sudah pasti sudah ada gambaran terlebih dahulu tentang ilmu tersebut.
Demikian, ushul fikih ialah ilmu yang mengkaji tentang dalil fikih berupa kaidah untuk mengetahui cara penggunaannya, mengetahui keadaan orang yang menggunakannya atau muttahid, dengan tujuan mengeluarkan hukum amali atau perbuatan dari dalil secara jelas dan rinci.
Menurut laman UINSU, obyek pembahasan ushul fikih mengkaji dalil yang bersifat umum, dilihat dari ketetapan hukum yang umum pula. Tujuannya, demi memelihara agama Islam dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil-dalil syara’ hingga terhindar dari kecerobohan yang sesat.
Baca Juga: Ini Perbedaan Antara Filsafat Dengan Ilmu Fikih Menurut KH Ahmad Zahro
Adapun, sejarah perkembangan ilmu ushul fikih terbagi menjadi dua periode, yakni sebelum dibukukan dan periode pembukuan. Periode pertama meliputi masa sahabat, tabi’in, dan mujtahid sebelum Imam Syafi’i, di mana sumber hukum pada masa itu ialah Al-Qur’an, hadits, dan ijtihad sahabat.
Sementara itu, periode kedua ialah pembukuan ushul fikih yang tumbuh pada abad ke-2 HIjriah dan dilatarbelakangi perdebatan sengit antara ahlu al-ra’yi, dengan penghujung abad kedua munculnya Muhammad bin Idris al-Syafi’i (150H-204H) yang membukukan ilmu ini dengan karyanya al-Risalah.