Menu


Apa Itu Ijtihad? Sumber Hukum Islam Ketiga selain Al-Qur’an

Apa Itu Ijtihad? Sumber Hukum Islam Ketiga selain Al-Qur’an

Kredit Foto: Unsplash/Imad Alassiry

Konten Jatim, Depok -

Dalam menjalankan hidup, ada kalanya seseorang harus berusaha ekstra keras demi mencapai apa yang diinginkan. Di Agama Islam, para Muslim diajarkan untuk selalu berusaha dan tidak lupa bertawakal kepada Allah SWT untuk memperoleh apa yang diinginkan.

Salah satu bentuk usaha keras ini adalah ijtihad. Konteks ijtihad sendiri banyak dipakai untuk mendeskripsikan kerja keras seseorang demi memperoleh sesuatu. Namun, jika berbicara lebih spesifik lagi, ijtihad bukan hanya sekedar kerja keras saja.

Ini dikarenakan apa yang dilakukan seseorang dalam ijtihad menyangkut kepentingan orang banyak. Berikut penjelasan lengkap mengenai apa itu ijtihad, melansir situs Universitas Islam An Nur Lampung pada Kamis (30/3/2023).

Baca Juga: 10 Ketentuan Salat Tarawih yang Disyariatkan Khusus Selama Ramadan

Apa Itu Ijtihad?

Pemahaman orang-orang terhadap ijtihad bisa dikatakan sudah tepat. Ijtihad secara bahasa memiliki arti sebagai “mengerahkan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Kata kuncinya di sini adalah “sesuatu yang sulit”.

Konotasi ijtihad sendiri umumnya tidak dipakai untuk pekerjaan mudah, melainkan hal-hal yang sulit dikerjakan. Sesuai dengan kata pepatah, semakin sulit sesuatu untuk diperoleh atau dicapai, maka akan semakin puas perasaan seseorang ketika mendapatkan hal yang diinginkannya.

Dalam Agama Islam, istilah ijtihad sering dikaitkan dengan melahirkan berbagai macam hukum atau syariat Islam dari dasar-dasar keagamaan melalui pemikiran serta penelitian yang sungguh-sungguh, mendalam dan tidak terburu-buru.

Hal tersebut bisa dilihat dari perkembangan zaman, di mana banyak inovasi dan teknologi yang “menggoda” manusia. Keberadaan teknologi ini tentunya tidak tertulis secara gamblang baik itu dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW.

Dengan demikian, mereka harus berpikir dengan matang dan mendalam untuk bisa mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada di masa sekarang. Kesalahan dalam mengeluarkan hasil, bisa menyebabkan ilmu sesat di kalangan umat Islam.

Di sini, bisa disimpulkan kalau orang-orang yang melakukan ijtihad, disebut dengan mujtahid, akan memperoleh pahala yang besar. Ini disebabkan karena tidak semua orang sanggup dalam melaksanakan ijtihad.

Baca Juga: Hukum Membakar Al-Qur’an dalam Agama Islam: Diizinkan, Asal…

Dalil Mengenai Ijtihad

Allah SWT menyukai hambanya yang melakukan ijtihad. Hal tersebut bisa dipahami berdasarkan sejumlah dalil yang diterbitkan dalam Al-Qur’an. Berikut beberapa dalil mengenai ijtihad dalam Al-Qru’an:

Q.S. Az-Zumar Ayat 42

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir.”

Q.S. Al-Kahf Ayat 23-24

لَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

Artinya: “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."

Baca Juga: Sederet Contoh Dalil Naqli dalam Al-Qur’an dan Hadits

Q.S. Al-Anfal Ayat 67

مَاكَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّكُوْنَ لَهٗٓ اَسْرٰى حَتّٰى يُثْخِنَ فِى الْاَرْضِۗ تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَاۖ وَاللّٰهُ يُرِيْدُ الْاٰخِرَةَۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ

Artinya: “Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”