Perdebatan pembentukan koalisi besar jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tengah menjadi perbincangan hangat. Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, mengatakan kemungkinan mega koalisi itu. Dia mengatakan itu hanya masalah waktu.
Pengamat Komunikasi Politik Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) Hendri Satrio menyakini koalisi bisa terbentuk hingga tiga poros.
Baca Juga: Pesulap Denny Darko Sebut Nasib Anies Mirip Prabowo, Bakal Jadi ‘Tabungan’ di Pilpres 2029
“Tetapi kalau ada koalisi besar, jadi hanya ada dua poros. Poros keberlanjutan dan perubahan,” kata Hendri Satrio dalam keterangannya, kemarin.
Hensat, demikian Henderi biasa disapa menambahkan, perekat dalam koalisi adalah ketokohan calon presiden (Capres). Capres inilah daya tarik partai mau bergabung dan bekerja sama. “Partai-partai berkoalisi dan mencalonkan capres masing-masing. Otomatis besar peluang pasangan yang diusung akan menang,” tambahnya.
Diingatkan Hensat, koalisi terbentuk biasanya berdasarkan kesamaan. Misalny,a kesamaan tujuan, ide, gagasan, termasuk kesamaan dalam mengusung pasangan capres-cawapres.
“Namun, koalisi yang terbentuk karena instruksi, dijamin tidak akan langgeng. Ini yang terjadi jika koalisi besar bukan atas kesamaan capres-cawapres dan ide,” tegas Juru Bicara Bakal Calon Presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan ini.
Saat ini koalisi yang sudah mapan adalah Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang digawangi NasDem, Demokrat dan PKS dengan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres.
Baca Juga: Soal Koalisi Besar, Airlangga: Perlu Pembahasan Matang
Kemudian, jika benar ada koalisi besar, maka itu adalah koalisi keberlanjutan yang sedang diusahakan dibentuk dengan pasangan Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo. Koalisi besar ini bisa bergabung dengan PDI Perjuangan yang masih belum dapat teman koalisi untuk Pilpres 2024.
Menurutnya, mau koalisi besar maupun terbatas, esensinya adalah menjalankan pemilu demokratis dengan kompetisi yang fair dan menjaga situasi politik tetap adem.
“Sehingga pada saat pemilu yang merupakan pesta rakyat, ini benar-benar terjadi pemilu yang riang gembira. Koalisi besar kecil, komitmennya tak hanya menang, tapi untuk Indonesia lebih maju dan masyarakatnya lebih sejahtera,” sarannya.
Sedangkan Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menyebut skema poros jika terdapat koalisi besar. Pertama, skema koalisi NasDem, PKS, Demokrat yakni Koalisi Perubahan dan Persatuan melawan koalisi yang Golkar, PAN, PPP yang tergabung dalam KIB bersatu bersama Gerindra, PKB dan PDI Perjuangan.
“Atau jika PDI Perjuangan enggan, dia tingga ambil satu partai, lalu bikin poros sendiri. Semuanya masih cair dan mungkin,” kata Ujang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dikatakan, poros koalisi ini belum permanen karena masih menunggu capres dari PDI Perjuangan. “Semua masih menunggu PDI Perjuangan. Jika sudah ketemu nama capresnya, maka koalisi akan besar menumpuk atau memecah, tergantung nama capresnya,” tambanya.
Sebelumnya, Airlangga membuka kemungkinan terbentuknya koalisi besar. Golkar bisa saja membaur Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Golkar terbuka membangun komunikasi dengan NasDem. Meskipun dua parpol itu sedang dalam koalisi yang berbeda untuk Pemilu 2024. Diketahui, Golkar saat ini tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP.
“Ya, kalau koalisi, sama-sama punya koalisi. Tentu dengan koalisi yang sama, komunikasi menjadi hal yang penting di dalam politik dan keterbukaan komunikasi ini yang kita juga jaga, agar seluruh proses politik berjalan dengan baik,” katanya usai menghadiri bukber di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3).
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan