Menu


DPR Tidak Paham Mengapa Pengawasan Internal Kemenkeu Mandek

DPR Tidak Paham Mengapa Pengawasan Internal Kemenkeu Mandek

Kredit Foto: Antara/Aprilio Akbar

Konten Jatim, Jakarta -

Komisi XI DPR mempertanyakan mekanisme pengawasan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Banyak kejanggalan keuangan negara dan indikasi penyelewengan, terutama di bidang perpajakan. 

Hal tersebut sebagaimana dipertanyakan Anggota Komisi XI, Mukhamad Misbakhun, dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Baca Juga: Jawab Tantangan Mahfud MD Terkait Transaksi Janggal Kemenkeu, Benny K Harman: Dia Gunakan Isu Ini untuk Kepentingan Politik

Dia mengatakan bahwa reformasi sektor perpajakan sejatinya telah dilakukan sejak era Orde Baru. Ketika itu dilakukan perubahan total dari official assesment menjadi self assesment.

"Kenapa sistem itu tidak bisa menjadi capture dan alat deteksi dini," kata Misbakhun.

Dia pun mencontohkan kasus pajak yang pernah membuat heboh masyarakat yakni Gayus Tambunan. Di mana, penyelewengan itu diungkap pertama kali oleh pihak luar. Juga ada kasus kepabeanan ekspor impor tekstil yang diungkap pertama kali oleh Kejaksaan Agung, kasus pesta narkoba pegawai Kemenkeu yang diungkap polisi serta kasus Rafael Alun Trisambodo atau RAT yang ramai di media sosial pada mulanya. 

"Semuanya itu menangkapnya bukan oleh sistem yang dibangun," ujarnya.  

Misbakhun justru heran dengan sikap Menkeu yang mengaku terkejut atas harta kekayaan fantastis milik Rafael Alun selaku pejabat pajak. Menkeu kemudian memecat ayah dari tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo tersebut.  

Baca Juga: Skandal Megatransaksi Kemenkeu Belum Terungkap, Mahfud Berkonflik dengan Komisi III

"Saya ingin tahu, ini untuk memberikan deteksi dini yang ideal. Apa kesalahan RAT dalam kasus ini. Yang melakukan penganiayaan anaknya terus bapaknya menjalankan tugas seperti biasa, dan baru kemudian setelah flexing media, ini terjadi (pemecatan)," jelasnya.    \

Menurut Misbakhun, Menkeu selalu meminta masyarakat dapat memberi masukan kepada lembaganya. Padahal, Direktorat Jenderal Pajak sudah memiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang bisa dijadikan sebagai alat ukur. 

Bahkan, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga memberikan kewenangan kepada perbankan untuk dapat mengakses apapun data perpajakan.

"Apa yang kurang dari data ini? Dengan segala kekuasaan ex officio yang dimiliki, di OJK, LPS dan sebagainya. Apa yang membuat kekuasaan ini kurang (Menkeu) miliki sehingga deteksi dini tidak berjalan," tanyanya. 

Rapat Komisi XI dengan Menkeu sendiri digelar salah satunya untuk mengklarifikasi dugaan adanya transaksi mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu. Hal itu sebagaimana disampaikan pertama kali oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, lewat data PPATK. 

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Akurat.