Pengamat sepak bola yang juga Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menanggapi soal gelombang penolakan Timnas Israel dari sejumlah politisi dan partai politik. Menurutnya, ini merupakan bukti bahwa sepak bola tengah dijadikan sebagai alat pemanasan politik jelang Pemilu 2024.
"Jangan sampai kemudian menurut saya panggung sepak bola dijadikan panggung pemanasan politik menuju 2024. Ini sangat tidak sehat," kata Akmal Marhali dalam tayangan Obrolan Malam, dikutip Selasa (28/3/2023).
Sebagai contoh, salah satu partai politik yang ngotot menolak kehadiran Israel di Indonesia adalah PDI Perjuangan (PDIP). Beberapa kadernya seperti Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kompak menyuarakan penolakan.
"Artinya ini semua pastinya pesan politik dari PDIP Perjuangan. Dan menurut saya ini pilihan yang bodoh buat para politisi menggunakan sepak bola sebagai momentum memanaskan mesin politik," ungkap Akmal.
"Karena sepak bola itu bermata dua, bisa mengangkat citra orang dengan cepat, tapi bisa membunuh karya orang juga dengan cepat," sambung dia.
Walaupun demikian, Akmal Marhali menilai Indonesia masih punya kesempatan agar statusnya sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 tidak dicabut oleh FIFA. Salah satu caranya adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan para elite politik untuk duduk bersama mencari titik tengah.
"Kita tinggal punya dua pilihan, kita menolak Israel tapi batal jadi tuan rumah. Atau kita menerima Israel sebagai catatan harus menjamin keamanan seluruh peserta Piala Dunia," ujarnya.
"Apa yang harus dilakukan oleh Pak Jokowi saat ini adalah memanggil semua stakeholder termasuk partai-partai politik untuk duduk sama-sama dan menyamakan visi bahwa ini Piala Dunia. Harkat martabat bangsa ada di situ. Jangan kemudian didorong-dorong ke arah politik menuju 2024."
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024