Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto mengatakan koalisi besar yang terdiri dari banyak partai politik masih merupakan wacana saja.
Kendati demikian, PAN tak menutup komunikasi antara partai politik lain. Sebab, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersepakat untuk terus membuka ruang komunikasi, bahkan dengan partai politik dari koalisi lain.
"Sekarang masih dinamis aja, belum ada hal yang bisa disimpulkan termasuk apakah ada yang bergabung atau membentuk koalisi besar, itu kan masih wacana," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
"Jadi PAN tidak dalam posisi mengikuti partai lain, tidak ya, tapi kita punya cara untuk mengambil sebuah keputusan di internal PAN dan PAN dengan semua partai politik. Jadi semua kemungkinan memang masih bisa terjadi, tapi tentu soliditas KIB tetap kita jaga," ujar Yandri.
KIB bersama Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terbuka dengan peluang bergabungnya partai politik lain. Termasuk peluang terbentuknya koalisi besar.
"Apakah nanti akan ada perubahan? Terbuka untuk ada perubahan bilamana pembicaraan itu menemui titik temu kan. Ada kesepakatan-kesepakatan yang bisa dijadikan komitmen untuk dibawa ke KPU," ujar Yandri.
Menurutnya, semua hal masih dapat terjadi sebelum pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Termasuk terbentuknya koalisi besar yang beberapa kali digaungkan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
"Makanya nanti kan sebelum mencapai kesepakatan itu pasti ada duduk bersama kan, kenapa membentuk koalisi seperti ini? Mendapatkan tugas apa kan? Kemudian siapa mendapatkan kursi yang mana? Itu kan mesti disepakati," ujar Yandri.
"Masalah untung dan rugi itu saya kira masih sangat relatif, sangat normatif maksud saya. Sangat normatif, belum bisa kita simpulkan apakah itu menguntungkan atau merugikan," sambungnya.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bambang Wuryanto mengatakan bahwa perlu adanya kajian terhadap wacana koalisi besar untuk Pilpres 2024. Sebab, banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan wacana tersebut.
Ia sendiri tak dalam posisi mendukung atau menolak wacana koalisi besar tersebut. Sebab kewenangan terkait Pilpres 2024, sepenuhnya merupakan kewenangan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP.
"Jadi kalau strateginya koalisi besar gimana Pak Pacul? Itu kan strategi mereka, analisis dulu dong tepat atau tidak. Coba tanya Pak Grand Master Utut Adrianto, ya toh. Bagaimana sewaktu waktu Anatoly Karpov dikalahkan., kan gitu," ujar Bambang di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
"Itu kan lagi lagi pikiran strategi, itulah ruang dari para panglima tempur untuk mengabstraksikan di dalam pertemuan kayak apa jadinya," sambungnya.
Segala hal terkait koalisi Pilpres 2024 harus melalui kajian dan analisis yang mendalam. Jangan sampai partai politik terjebak dalam hal-hal yang bersifat elektoral saja dan mengacu pada hasil survei semata.
Ia sendiri mengacu pada Pilpres di Amerika Serikat pada 2016, saat Hillary Clinton melawan Donald Trump. Saat itu, Hillary unggul dalam banyak hasil survei di sana. Namun hasil akhirnya, Trump justru menjadi presiden terpilih.
Baca Juga: Tiket Capres Bisa Didapatkan Airlangga, Kecil Kemungkinan Golkar Masuk ke Koalisi Perubahan
"Bahwa lima tahun sekali akan terjadi racing seperti itu, bahwa banyak orang punya keinginan apalagi tokoh-tokoh punya keinginan, wajar-wajar saja keinginan itu, tapi antara keinginan dan keberdayaan kemampuan dua hal yang berbeda," ujar Bambang.
"Saya ingin koalisi besar, mampu tidak melaksanakan? Jadi ingin dan mampu dua hal yang berbeda ya," sambung Ketua Komisi III DPR itu.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024