Prof. Denny Indrayana, mantan Wamenkumham, mengkritisi Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Perppu Ciptaker menjadi undang-undang. Denny merasa penerbitan Perppu Ciptaker sendiri sudah cacat sejak lahir.
Selain tidak bisa menghadirkan argumentasi yang kokoh atas syarat kepentingan yang memaksa, DPR akhirnya tidak bisa memberikan persetujuan sesuai batas waktu ketentuan perundang-undanga. Batas dimaksud yakni sidang pertama DPR setelah Perppu disahkan. "Artinya sudah dilewati pada tanggal 16 Februari 2023 lalu," ujar Denny lewat keterangan, Rabu (22/3/2022).
Baca Juga: Kecam Ratifikasi Perpu Ciptaker, Aliansi BEM Jabodetabek Mengancam Adakan Unjuk Rasa Lebih Besar
Dengan menyetujui Perppu Ciptaker pada Sidang Paripurna kemarin, ia menekankan, DPR maupun Presiden Jokowi nyata-nyata melanggar norma UU PPP (Peraturan Pembentukan Perundangan) yang mereka buat sendiri. Kemudian yang lebih membahayakan dengan ringan melanggar ketentuan UUD 1945.
"Sayangnya, pelanggaran terang-terangan konstitusi berjamaah oleh presiden dan DPR itu realitasnya akan sulit untuk dikoreksi," kata Denny. Secara tata negara, koreksi konstitusional harusnya dilakukan MK yang normalnya menyatakan Perppu Ciptaker tidak mematuhi putusan MK soal UU Ciptaker.
Karena itu, tegas Denny, Perppu Ciptaker harus dicabut karena tidak memenuhi tiga syarat konstitusional. Mulai dari syarat kepentingan yang memaksa, syarat waktu harus disetujui DPR pada masa sidang berikutnya dan syarat harus dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan DPR. Denny sendiri tidak meyakini integritas mayoritas hakim konstitusi.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024