Menu


Ditanya Soal Politik Identitas oleh Jurnalis Australia, Anies: Jangan Nilai Berdasarkan Asumsi, Tapi Jejak

Ditanya Soal Politik Identitas oleh Jurnalis Australia, Anies: Jangan Nilai Berdasarkan Asumsi, Tapi Jejak

Kredit Foto: YouTube/Refly Harun

Konten Jatim, Jakarta -

Penggunaan politik identitas yang ditudingkan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan rupanya telah terdengar hingga negara lain.

Hal ini terlihat ketika Anies mendatangi sebuah program berita di Australia. Ia ditanyakan mengenai politik identitas yang banyak dituding digunakan di Pilkada DKI 2017 lalu oleh jurnalis ABC Australia Beverley O'Connor.

Dalam Pilkada lalu, Anies bertarung dengan gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berlatar etnis Tionghoa dan beragama Kristen.

Baca Juga: NasDem Klaim Anies Sejalan dengan Jokowi Soal IMB Plumpang, PAN: Tak Ada Hubungannya

Anies dituduh memakai politik agama, karena mendapat dukungan dari kelompok FPI, ormas yang kini sudah dibubarkan. Bahkan, hingga saat ini dijuluki Bapak Politik Identitas.

“Anda sangat dikritik karena kampanye yang sangat membelah, ketika Anda mencalonkan Gubernur dan menang. Anda bekerja sama, Anda memainkan kartu agama dan hal itu menghantui Anda sejak saat itu. Apakah Anda menyesalinya?” tanya Beverley dalam bahasa Inggris.

Anies lalu menyambut pertanyaan itu, dengan retorika khasnya memberi penjelasan. Menurutnya, Pemilihan Umum (Pemilu) memang begitu, selalu ada keterbelahan.

Baca Juga: Akui Siap Lawan Anies, Prabowo Kembali Berhadapan dengan Orang yang Pernah Dibesarkannya

Contohnya, jika kandidat berbeda jenis kelamin, satu laki-laki dan satu perempuan, maka isu gender akan mendominasi pembicaraan. Itu bisa menjadi faktor keterbelahan.

“Dan kemudian jika calon berasal dai kelompok etnis berbeda, maka faktor etnis dapat menjadi faktor ketebelahan,” jelas eks Gubernur DKI Jakarta itu.

Jangankan Pemilu, hal sama terjadi saat referendum. Ia mencontohkan saat penentuan Britania Raya apakah akan keluar dari Uni Eropa atau tidak.

“Dan bahkan ketika Anda mengadakan referendum di mana tidak ada orang untuk dipilih. Tidak ada ketelibatan isu agama, tetap bisa jadi pembelahan. Misalnya Brexlit, terjadi keterbelahan di sana. Tidak ada kandidat, tidak ada agama, tidak ada aliran kepercayaan dalam referendum tersebut,” terangnya.

“Jadi sama saja jika ada calon Muslim dan calon Kristen, maka isu agama jadi perhitungan,” lanjut eks Rektor Universitas Paramadina itu.

Baca Juga: Layak Jadi Presiden, Kader Partai Ummat: Soal Kualitas, Anies Belum Ada Tandingan

Tidak sampai di situ, Beverley terus mencecar Anies dengan pertanyaan soal politik identitas. Ia menanyakan, bagaimana politik identitas bisa digunakan tanpa berdampak buruk.

Anies pun melanjutkan penjelasannya. Ia bilang, di setiap Pemilu, setiap kubu selalu melabeli kubu lainnya. Namun sejak 2017, ia mengaku telah menyelesaikan masa jabatannya setelah dinyatakan menang. Sepanjang itu, tak juga mengkonfrontasi pelabelan dimaksud.

“Karena saya tidak ingin membalas pernyataan dengan pernyataan. Jadi yang saya lakukan adalah, saya bekerja lima tahun di Jakarta. Dan benar-benar memberikan kesempatan yang sama, memberi pelakuan yang sama pada kelompok agama apapun,” paparnya.

Baca Juga: Pengamat: Prabowo Masih Berharap Surya Paloh Ubah Keputusannya Usung Anies

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah diusung oleh tiga Partai Politik ini mengatakan, menjawab politik identitas yang diidentikkan dengan dirinya, bisa dilihat dari rekam jejak. Bukan asumsi.

“Dan nyatanya, kami menciptakan rasa stabilitas. Rasa damai di Jakarta dan sekarang semuanya sudah selesai. Jadi saya mengundang semua orang untuk menilai saya bukan berdasarkan asumsi tapi berdasarkan jejak,” pungkasnya.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Fajar.



Berita Terkait