Jelang Pemilu 2024, DPR mulai cari perhatian untuk menarik simpati publik. Hal ini dapat dilihat dari kinerja DPR selama masa sidang III yang berlangsung sejak 10 Januari-Februari 2023.
Peneliti Formappi, M Djadijono mengungkapkan, genitnya DPR dapat dilihat ketika mengangkat peristiwa lawas yang awalnya tidak diperhatikan, tetiba disorot tajam. Misalnya kasus mafia pertanahan, tragedi Kanjuruhan hingga kegagalan proyek ambisius apartemen Meikarta.
Baca Juga: SMRC: Tingkat Partisipasi Masyarakat Bisa Menurun Jika Pemilu Ditunda dan Sistem Diganti
“Ketika melihat waktu kejadian kasus-kasus ini dan respons DPR saat kasus-kasus itu, rasanya sudah terlambat,” kata Djadijono, dalam konferensi pers bertajuk, “Satu Tahun Jelang Pemilu, DPR Bak Pahlawan Kesiangan" yang digelar di Kantor Formappi, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Dia menduga gaya DPR yang belakangan nampak peduli dan berempati tidak didorong dari motif kemanusiaan, melainkan membidik dampak elektoral untuk kembali terpilih pada Pemilu 2024.
“Bukan tidak mungkin kegarangan DPR mempersoalkan kasus-kasus lama karena pertimbangan elektoral,” tuturnya.
Menurutnya, asumsi ini tidak berlebihan. Sebab selama masa sidang III, DPR cenderung tidak responsif menyikapi kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Misalnya sengkarut perkara Ferdy Sambo maupun kelangkaan minyak goreng.
“Padahal kasus-kasus tersebut ditangani oleh kementerian dan lembaga-lembaga yang menjadi mitra DPR,” tuturnya.
Baca Juga: Pengamat Rasakan Ada Gelagat Penundaan Pemilu Melalui MK, Begini Caranya
Sikap genit DPR berbanding terbalik dengan kinerja dalam bidang lainnya. Dalam aspek legislasi misalnya, selama masa sidang III, DPR tak menghasilkan satupun undang-undang baik dalam daftar RUU Prioritas 2023 maupun kumulatif terbuka.
“Perppu Pemilu dan Perppu Cipta Kerja yang sudah masuk dalam tahap tingkat I gagal diparipurnakan menjadi UU, dan batal demi hukum,” katanya
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO