Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan menuntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Imam Hidayat di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (9/3/2023) mengatakan, bahwa JPI wajib untuk melakukan banding terhadap vonis kepada terdakwa Tragedi Kanjuruhan tersebut, karena hukuman yang dinilainya terlalu rendah.
Baca Juga: Vonis 1 Tahun Bui Suko Sutrisno Perkara Tragedi Kanjuruhan, Terdakwa: Pikir-Pikir
"Kalau sudah vonis, jaksa wajib banding. Kita tunggu, jaksa banding atau tidak," ucap Imam.
Imam menjelaskan, jika Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan banding terhadap vonis tersebut, maka akan semakin memperkuat bukti bahwa keadilan bagi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tidak didapatkan. Menurutnya, para korban Tragedi Kanjuruhan yang diwakili oleh Tatak sudah menduga vonis tersebut akan lebih ringan dari tuntutan. Ia menilai, tidak ada keseriusan dalam mengusut tuntas peristiwa Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia tersebut.
Baca Juga: Panpel Pertandingan Abdul Haris Divonis Ringan 1,6 Tahun Perkara Tragedi kanjuruhan, Kok Bisa?
"Kita mulai awal sudah menduga seperti itu, artinya memang tidak ada keseriusan dalam persidangan model A di Pengadilan Negeri Surabaya," ujarnya.
Selain itu, pihaknya mempertanyakan tersangka lain yang hingga saat ini masih belum menjalani proses peradilan yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) saat itu, Ahmad Hadian Lukita (AHL). Ia mempertanyakan proses kelengkapan dokumen yang hingga kini belum rampung.
"Di mana AHL? Itu tidak muncul. Perkara saat ini sudah hampir selesai, dokumen belum dilengkapi. Ini ada apa?" ujarnya.
Sementara itu, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan Devi Athok yang kehilangan dua putri-nya dalam peristiwa tersebut, menyatakan kecewa dengan vonis yang dijatuhkan hakim kepada para terdakwa. Ia menilai, dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam peristiwa memilukan pada 1 Oktober 2022 lalu. Pada peristiwa itu, dua putri Devi Athok meninggal dunia dan telah dilakukan proses autopsi.
"Saya mewakili dua putri saya, jujur saya kecewa dengan hasil sidang di Surabaya. Tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan," katanya.
Pada sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan Abdul Haris divonis satu tahun enam bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU yang selama enam tahun delapan bulan penjara. Sementara Suko Sutrisno, divonis satu tahun penjara yang juga lebih rendah dari tuntutan JPU selama enam tahun delapan bulan penjara. Suko secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.
Pada 1 Oktober 2022 terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.
Baca Juga: Para Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Diberikan Vonis Lebih Ringan Daripada Tuntutan Jaksa
Kerusuhan tersebut semakin membesar di mana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia akibat patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan juga ada ratusan orang yang mengalami luka ringan termasuk luka berat.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan