Setelah permasalahan yang terjadi antara Depo Pertamina Plumpang dengan warga Tanah Merah karena wilayah atau lahan yang ditinggali, Depo Plumpang akhirnya direncanakan untuk dipindahkan.
Namun, pemindahan yang digagas oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati itu mendapat penolakan keras.
Anggota Komisi VII DPR RI Syaikhul Islam tidak setuju dengan recana tersebut. Menurutnya, pemindahan Depo Pertamina justru terkesan ada campur tangan politik di dalamnya.
Baca Juga: Gegara Pernyataan Luhut Soal Depo Plumpang, Pemerintah Dianggap Membuat Kebingungan
"Saya menyatakan secara tegas tidak setuju, bahkan ini terkesan lebih kental nuansa politiknya," kata Syaikhul kepasa wartawan, Kamis (9/3/2023).
Menurut dia, pemindahan depo Pertamina Plumpang bukan jaminan tidak bakal terjadinya lagi kebakaran. Dia lebih setuju pemerintah meningkat standard operational procedure atau SOP dalam mengelola terminal bahan bakar minyak.
"Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang tepat. Salah satunya dengan terus meningkatkan pengelolaan manajemen resiko di dalam Pertamina," ujarnya.
Selain itu, Syaikhul menilai pemindahan membutuhkan waktu yang lama dan memakan anggaran yang tidak sedikit. Berdasarkan analisa pakar energi Yusril Iman paling sedikitnnya relokasi Depo Plumpung akan menelan biaya sampai USD300 juta atau setara dengan Rp4,5 triliun.
"Relokasi depo Pertamina Plumpang sangat tidak realistis, membutuhkan waktu dan biaya yang besar," ucapnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyarankan pemerintah untuk membuat zona penyangga atau buffer zone di kawasan depo Pertamina Plumpang.
"Inikan opsi yang paling kongkret yang bisa dilakukan dan juga membebaskan lahan masyarakat sampai jarak aman,” pungkas Syaikhlul.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO