Menu


Yusril: Krisis Konstitusional Akan Terjadi Bila Pemilu Ditunda

Yusril: Krisis Konstitusional Akan Terjadi Bila Pemilu Ditunda

Kredit Foto: Suara.com/M Yasir

Konten Jatim, Jakarta -

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menentang adanya penundaan dalam pemilihan umum (Pemilu). Ia pun menyatakan bahwa krisis konstitusional dapat terjadi bila Pemilu benar-benar ditunda.

Yusril berkata demikian karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu karena gugatan dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Dia mengatakan, apabila benar terjadi penundaan pemilu, maka akan timbul dampak luar biasa bagi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya soal masa jabatan pejabat publik yang diisi lewat pemilu. 

Baca Juga: Geram Dituding Ingin Tunda Pemilu, Ketum Prima: Kok Kami Disalahkan?

Para pejabat publik seperti presiden bakal habis masa jabatannya pada 2024. Akan tetapi, pemilu tidak digelar pada tahun 2024. Lantas siapa yang menjadi pejabat presiden. 

"Semua jabatan-jabatan kenegaraan yang diisi dengan pemilu seperti presiden, wakil presiden, DPR, MPR, DPD, dan DPRD, itu bisa habis waktunya 2024 nanti," ujar Yusril kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam acara diskusi bertajuk 'Pandangan dan Sikap KPU terhadap Putusan PN Jakpus' di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023). 

"Bagaimana kita mengatasi keadaan ini, karena akan menimbulkan apa yang disebut dengan hukum tata negara dalam keadaan darurat atau terjadi krisis konstitusional," imbuh mantan Menteri Hukum dan HAM itu. 

Ketika krisis konstitusional itu terjadi, kata Yusril, jalan keluarnya diperlukan "pemecahan bersama". Namun, Yusril tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana bentuk solusi pemecahan bersama yang dimaksud. 

PN Jakpus membacakan putusan atas gugatan yang dilayangkan Prima terhadap KPU RI itu pada Kamis (2/3/2023). Dalam putusannya, majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda ke Juli 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa, "putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)."

Baca Juga: PP Muhammadiyah Sebut Penundaan Pemilu Melanggar Konstitusi

Untuk mengeksekusi putusan yang bersifat serta merta ini, PN Jakpus harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga kini diketahui Pengadilan Tinggi belum memberikan izin. 

Sementara itu, KPU RI pada Jumat (10/3/2023), akan mengajukan banding atas putusan tersebut, juga ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Banding diajukan untuk membatalkan putusan PN Jakpus tersebut.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.