Menu


Apa Itu Safar? Perjalanan Jauh yang Tunjukkan Akhlak Asli Seseorang

Apa Itu Safar? Perjalanan Jauh yang Tunjukkan Akhlak Asli Seseorang

Kredit Foto: Freepik

Konten Jatim, Jakarta -

Apa itu safar? Selain merupakan nama bulan dalam kalender Hijriyah, safar juga disebut sebagai sebagian dari azab. Safar ialah perjalanan jauh bersama orang lain.

Kata ini berasal dari huruf ‘sa, fa, dan ra dalam bahasa Arab yang berarti menampakkan atau mengungkap. Dari kata itu, muncul ungkapan asfara al-shubhu yang artinya ‘pagi telah bersinar’.

Adapun, safar akan membuka hakikat perilaku dan akhlak seseorang saat melakukan perjalanan jauh bersama orang lain. Misalnya, ketabahan, keuletan, sifat tolong menolong, atau justru akhlak buruk seperti tak sabar, emosional, lemah fisik, tak suka tolong menolong dan sebagainya.

Baca Juga: Kisah Arek Suroboyo yang Jadi Sosok Sentral di Balik Hilangnya Peristiwa Dramatis Mudik di Stasiun

Adapun akhlak-akhlak tersebut boleh jadi sebelumnya tersembunyi pada diri seseorang sebelum ia safar.

Disebut juga sebagian dari azab karena kita bisa merasakan berbagai kesusahan selama bepergian jauh, baik itu kesulitan tidur atau makan. Terlebih, bepergian jauh di zaman dahulu lebih sulit dan menantang.

Baca Juga: Perjalanan Haji Diusulkan Selama 35 hari, Bisa Hemat Biaya Konsumsi Hingga Rp 322 miliar

Melansir Republika, safar dalam istilah syara berarti keluar dari kampung halaman menuju suatu tempat yang jauh, sehingga pelakunya diperbolehkan mengqashar sholat. Dengan demikian, perjalanan tak dikategorikan safar jika jaraknya dekat.

Misalnya, perjalanan seseorang ke kebun, pasar, kantor, tetangga, atau perjalanan-perjalanan lainnya yang menjadi bagian dari kesehariannya, ketika ia pulang pergi tanpa butuh perbekalan dan waktu yang banyak.

Buku ‘Seputar Masalah Puasa, Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran’ oleh KH Jeje Zaenudin mencatat safar secara etimologi, seperti kata as-sufru yang merupakan jamak dari kata safir. Artinya, orang yang melakukan perjalanan disebut musafir karena akan banyak menemukan dan menyingkap pengalaman baru.

Baca Juga: Apa Itu Takwa? Percaya dan Patuh akan Keberadaan Allah SWT

"Dia akan menyadari bahwa ternyata bumi Allah SWT itu luas, yang selama ini dia terkungkung dalam keterbatasan lingkungannya," tulis KH Jeje Zaenudin.

Meski begitu, terdapat perbedaan pendapat antara para ulama terkait batas minimal yang dikategorikan safar. Sebagian ulama mengukur dengan waktu sehari-semalam perjalanan, sebagian lagi membatasi minimal dua hari perjalanan.

Baca Juga: Apa Itu Manhaj Salaf dan Mengapa Wajib Mengikutinya?

"Sebagian yang lain dengan batasan minimal tiga hari tiga malam perjalanan. Bahkan ada yang lebih singkat dari itu, yaitu sekitar 12 mil," katanya.