Lahirnya Kota Pasuruan bertepatan dengan tanggal 8 Februari, tepatnya pada 1686. Kota yang dijuluki Kota Pegunungan ini berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan berada di Provinsi Jawa Timur. Bagaimana, sih, sejarahnya?
Kota pelabuhan kuno, itulah Pasuruan. Pada zaman Kerajaan Airlangga, Pasuruan telah dikenal sebagai “Paravan” Daerah ini ialah tempat ramai pada masa itu dan dikenal sebagai “Tanjung Tembikar”.
Pasuruan menjadi pelabuhan transit dan pasar perdagangan antarpulau sampai antarnegara karena letak geografisnya. Sejak dulu, banyak bangsawan dan saudagar kaya yang tinggal di sana demi melakukan perdagangan.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Lahirnya Monopoli, Permainan yang Sindir Tuan Tanah
Sebab itulah, kemajemukan bangsa dan suku bangsa di Pasuruan bisa terjalin dengan baik dan damai.
Dulunya, pasuruan disebut Gembong dan menjadi daerah yang lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur beragama Hindu. Salah satunya, Pate Supetak menjadi raja di Gamda (Pasuruan) yang disebut pendiri ibu kota Pasuruan dalam babad Pasuruan.
Setelah mengalami beberapa kali pergantian pemerintahan, Pasuruan dipimpin oleh Untung Suropati, seorang budak belian yang berjuang menentang belanda. Untung sedang berada di Mataram pada saat itu, setelah berhasil membunuh Kapten Tack.
Pada 8 Februari 1686, Untung Suropati diperintahkan Pangeran Nerangkusuma dengan restu Amangkurat I (Mataram) untuk menjadi adipati (raja) dengan menguasai pasuruan dan sekitarnya, demi menghindari kecurigaan Belanda.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Lahirnya Penulis Legendaris Pramoedya Ananta Toer
Dengan gelar Raden Adipati Wironegoro, Untung Suropati menjadi raja Pasuruan selama 20 tahun (1686-1706). Masa itu dipenuhi pertempuran melawan tentara Kompeni Belanda. Meski begitu, ia masih sempat memerintah dengan baik dan terus membangkitkan semangat juang rakyatnya.
Alami berbagai pergantian kepemimpinan lagi, Pasuruan pun dipimpin Raden Ario Wironegoro dengan patih Kiai Ngabai Wongsonegoro. Namun, sang patih berhasil dibujuk Belanda agar menggulingkan pemerintahan Raden Ario, meski sang Raden dapat meloloskan diri ke Malang.
Pasuruan pun dikuasai Belanda dan Kiai Ngabai Wongsonegoro diangkat menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Nitinegoro. Bahkan, Ia juga diberi hadiah seorang putri dari selir Kanjeng Susuhunan Pakubuwono II dari Kertosuro, bernama Raden Ayu Berie yang merupakan keturunan Sunan Ampel.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Diselenggarakannya Hari Lahan Basah Sedunia
Ia melahirkan anak laki-laki bernama Raden Groedo. Ialah yang menggantikan Kiai Ngabai meninggal dunia. Padahal, ia masih berusia 11 tahun. Kedudukannya menjadi Bupati Pasuruan bergelar Kiai Adipati Nitiadiningrat.
Adipati Nitiadiningrat menjadi Bupati di Pasuruan selama 48 tahun hingga 8 November 1799. Adipati Nitiadiningrat dikenal sebagai Bupati yang cakap, teguh pendirian, setia kepada rakyatnya, tetapi pandai mengambil hati Pemerintah Belanda.
Sejak Kiai Dermoyudho I hingga dibentuknya Residensi Pasuruan pada tanggal 1 Januari 1901, pemerintahan Pasuruan sudah ada. Sementara itu, Kotapraja (Gementee) Pasuruan terbentuk berdasarkan Staatblat 1918 No.320 dengan nama Stads Gemeente Van Pasoeroean pada 20 Juni 1918.
Kotamadya Pasuruan dinyatakan sebagai daerah otonom yang terdiri dari desa dalam 1 kecamatan pada 14 Agustus 1950. Pada 21 Desember 1982, Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15 desa.
12 Januari 2002 menjadi tanggal perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2002, dengan demikian wilayah Kota Pasuruan terbagi menjadi 34 kelurahan.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Hari Raya Imlek Jadi Libur Nasional
Adapun, terjadi perubahan nama dari kotamadya menjadi kota maka Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan berdasarkan UU no.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO