Menu


Daerah di Indonesia yang Nyaman untuk Tempat Tinggal Kaum LGBT, Masyarakatnya Masih Mau Bertetangga dengan Penyuka Sesama Jenis

Daerah di Indonesia yang Nyaman untuk Tempat Tinggal Kaum LGBT, Masyarakatnya Masih Mau Bertetangga dengan Penyuka Sesama Jenis

Kredit Foto: Instagram/ukinindonesia

Konten Jatim, Jakarta -

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) belum lama ini melakukan survei seputar respons masyarakat terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Hasilnya, 68 persen dari total responden menyatakan enggan bertetangga dengan kaum LGBT.

Selain di lingkungan tempat tinggal, penolakan terhadap keberadaan kaum LGBT juga terjadi di sekolah dan kantor pemerintahan.

Sebanyak 77 persen responden menolak LGBT menjadi guru di sekolah negeri dan 78 persen menolak LGBT menduduki jabaran di pemerintahan.

Berbicara soal penolakan terhadapan kaum LGBT, agama masih menjadi salah satu faktor kuat.

Penolakan tertinggi berasal dari warga yang beragama Islam di mana dari 88 persen responden yang beragama Islam, sebanyak 71 persen di antaranya menolak bertetangga dengan pelaku LGBT.

Baca Juga: Gus Nadir Sindir MUI soal Bendera LGBT di Kedubes Inggris: Umat Harus Dicerdaskan, Jangan cuma Diajari Reaktif!

Saiful Mujani menjelaskan bahwa LGBT dalam tradisi agama apa pun memiliki kecenderungan tidak diterima. Namun menurutnya, ada hal menarik di mana non-Muslim hanya sedikit yang menolak bertetangga dengan kaum LGBT.

Di kalangan warga non-muslim, hanya 40 persen yang keberatan bertetangga dengan kaum LGBT.

Selain agama, penolakan terhadap kaum LGBT juga bisa dilihat dari kacamata suku dan wikayah.

Resistensi pada LGBT nampak sangat kuat di wilayah Sumatera, DKI-Banten, Jabar, Jateng-DIY, dan Jatim. Di Jawa Barat, misalnya, 82 persen tidak menerima LGBT untuk menjadi tetangga, 89 persen tidak menerima jika LGBT menjadi guru di sekolah negeri dan menjadi pejabat pemerintah. 

Berkorelasi dengan wilayah, penolakan terhadap keberadaan LGBT di kalangan suku Jawa, Sunda, Batak, Madura, Betawi, dan Minang juga tinggi. Persentasenya di atas 60 persen.

Kendati demikian, ada juga wilayah dan suku di Indonesia yang relatif masih bisa menerima keberadaan kaum LGBT.

Dalam survei yang dilakukan SMRC, persentase penolakan bertetangga dengan kaum LGBT di Indonesia Timur hanya sebesar 55 persen.

Baca Juga: Mengejutkan! Di Indonesia, Pola Pikir Sarjana Terhadap LGBT Gak Ada Bedanya dengan yang Lulusan SD, Mungkin Karena Hal Ini

Di kalangan masyarakat suku bugis, penolakan bertetangga dengan kaum LGBT bahkan hanya 37 persen.

"Ada di sini yang menarik, Bugis. Kan ada literatur tentang itu, bagaimana soal gen, soal orientasi seksual yang lebih beragam, tidak hanya sekedar laki-laki dan perempuan. Itu dikenal dalam budaya bugis," kata Saiful Mujani dalam channel youtube SMRC.

Meski masih mau bertetangga, hasil survei SMRC menyebut responden dari suku bugis masih keberatan apabila kaum LGBT mengisi posisi sebagai guru di sekolah negeri maupun pejabat di pemerintahan.

"Yang keberatan bertetangga hanya 37 persen. Untuk tetangga. Tapi kalau untuk menjadi guru dan pejabat publik (penolakannya) tinggi juga," ucap Saiful Mujani.

Survei yang dilakukan SMRC dilakukan secara tatap muka pada 10-17 Mei 2022.

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. 

Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1060 atau 87 persen.

Sebanyak 1060 responden ini yang dianalisis.

Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,07 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO