Menu


Sejarah Hari Ini: 163 Tahun Berdirinya Kabupaten Sidoarjo, Apa Saja yang Telah Dilewatinya?

Sejarah Hari Ini: 163 Tahun Berdirinya Kabupaten Sidoarjo, Apa Saja yang Telah Dilewatinya?

Kredit Foto: Rumah.com

Konten Jatim, Jakarta -

31 Januari ialah hari berdirinya Kabupaten Sidoarjo. Jadi, hari ini, kita memperingati 163 tahun berdirinya salah satu penyangga utama Kota Surabaya sekaligus kawasan Gerbangkertosusila ini sejak 1859.

Sidoarjo memang berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara. Lalu, berbatasan dengan Selat Madura di timur, Kabupaten Pasuruan di selatan, dan Kabupaten Mojokerto di barat. Ibu kotanya sendiri ialah Kecamatan Sidoarjo Kota.

Apa saja yang pernah terjadi di kabupaten yang pada 2021 punya 2.033.764 jiwa penduduk ini?

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Maskapai Batavia Air Dinyatakan Bangkrut

Sejarah

Mengutip berbagai sumber, dulunya Sidoarjo dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Daerah Sidoarjo punya nama Sidokare semasa kolonialisme Hindia Belanda. Kabupaten ini pun jadi bagian dari Kabupaten Surabaya.

Seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo memimpin daerah Sidokare. Sang patih tinggal di Kampung Pucang Anom dan dibantu seorang wedana, Bagus Ranuwiryo, yang berdiam di Kampung Pangabahan.

Berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, pada 1859 itu daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua, yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare. 

Sidoarjo lampau ini pun dipimpin oleh R. Notopuro yang kemudian bergelar R.T.P. Tjokronegoro yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Fikih dari Zaman Rasulullah Sampai ke Indonesia: Pelan Tapi Pasti

Pada 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare yang konotasinya kurang bagus berganti menjadi Sidoarjo, jadilah Kabupaten Sidoarjo.

Pada 1862, R. Notopuro wafat dan kakaknya diangkat sebagai bupati, yakni Bupati R.T.A.A. Tjokronegoro II yang ialah pindahan dari lamongan. Bupati Tjokronegoro pensiun pada 1883 dan sebagai gantinya, R.P. Sumodiredjo yang pindahan dari Tulungagung pun diangkat.

Sayangnya, ia wafat tahun itu juga sehingga hanya 3 bulan menjabat sebagai bupati. Sebagai gantinya, R.A.A.T. Tjokronegoro I diangkat.

Pada 8 Maret 1942-15 Agustus 1945, tepatnya saat masa pendudukan Jepang, daerah delta Sungai Brantas, termasuk Sidoarjo, berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang, yakni oleh Kaigun, tentara Laut Jepang. 

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Belasan Ribu Orang Demo Tuntut Lengsernya Gus Dur Gegara Korupsi Buloggate dan Bruneigate

Permulaan pada Maret 1946, Belanda mulai aktif untuk menduduki daerah ini kembali. Pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong ketika Belanda menduduki Gedangan.

Daerah Dungus, Kecamatan Sukodono, pun menjadi daerah rebutan dengan Belanda yang pada 24 Desember 1946 mulai menyerang Sidoarjo dari jurusan Tulangan. Sidoarjo pun jatuh ke tangan Belanda hari itu juga dan pusat pemerintahannya dipindahkan lagi ke Jombang.

Recomba, alias pemerintahan pendudukan Belanda berusaha membentuk kembali pemerintahan seperti pada masa kolonial. Pada November 1948, dibentuklah Negara Jawa Timur salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat. 

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Tenggelamnya Kapal Tua KMP Tampomas II yang Tewaskan Ribuan Orang

Sidoarjo berada di bawah pemerintahan Recomba hingga tahun 1949. Pada 27 Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, Belanda menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada Republik Indonesia Serikat, sehingga daerah delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024