Menu


Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi PDIP: Sistem Proporsional Terbuka Merupakan Lahan Subur Bagi Oligarki Politik

Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi PDIP: Sistem Proporsional Terbuka Merupakan Lahan Subur Bagi Oligarki Politik

Kredit Foto: Doc Republika

Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019. Pakar menilai kelemahan sistem ini adalah maraknya praktik politik uang. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai.

Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Kelemahan sistem ini menurut pakar adalah memperkuat kuasa elite partai.

Baca Juga: Ide 8 Parpol Bentuk Koalisi untuk Pemilu 2024, Tinggalkan PDIP Sendiri

Lebih lanjut, Arteria mengatakan sistem proporsional terbuka berimplikasi pada banyaknya kebutuhan petugas penyelenggara pemilu serta sarana prasarana pemilu lantaran desain surat suara berbeda di setiap dapil. Di sisi lain, para caleg juga menggelontorkan uang besar untuk kampanye demi meraup suara besar secara personal.

"(Sistem proporsional terbuka) tidak hanya menjadi beban negara saja, namun juga menjadi beban parpol maupun para caleg. Hal tersebut menjadi bibit lahirnya koruptif para wakil rakyat," ujarnya.

Selain soal dampak buruk dari sisi pendanaan, Arteria juga menyampaikan berbagai dampak negatif sistem proporsional terbuka terhadap pemilih dan penyelenggara.

Dengan semua kelemahan sistem tersebut, kata dia, Fraksi PDIP meminta MK mengabulkan permohonan uji materi ini alias kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Pandangan Fraksi PDIP ini merupakan satu rangkaian keterangan resmi DPR RI. Dalam keterangan yang sama, delapan fraksi DPR lainnya berpandangan bahwa sistem proporsional terbuka harus dipertahankan.

Pandangan delapan fraksi itu berkebalikan dengan PDIP. Mereka mengungkit semua keburukan sistem proporsional tertutup sembari menampilkan keunggulan sistem proporsional terbuka. Delapan fraksi ini lantas meminta MK menolak gugatan uji materi ini.

Baca Juga: Bertemu PDIP, PBB Usulkan Yusril Ihza Mahendra untuk Jadi Cawapres

Sementara itu, Presiden Jokowi lewat kuasa hukumnya juga menyampaikan keterangan yang pada intinya meminta MK tidak mengubah sistem pileg karena tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Jika tetap dilakukan, Presiden khawatir bisa memunculkan gejolak sosial dan politik.

MK sendiri mengaku masih butuh keterangan tambahan sebelum memutuskan perkara ini. MK akan melanjutkan sidang pada 9 Februari 2023 mendatang dengan agenda mendengar keterangan tambahan dari Presiden, DPR, dan pihak terkait KPU.

Sebagai informasi, gugatan uji materi sistem proporsional terbuka ini dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Tampilkan Semua Halaman

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.